Mendidik Generasi Perempuan Merdeka Dengan Budaya Diskusi

Paket internet cepat

Mendidik Generasi Perempuan Merdeka Dengan Budaya Diskusi

“Bund, tadi di TV ada berita perempuan bunuh diri di makam ayahnya. Bunda sudah tahu belum? Itu masalahnya apa sih, Bund? Kok kasihan sekali…” Pertanyaan yang dilontarkan anakku beberapa waktu lalu membuat eyang putrinya kaget. Bagaimana tidak, bocah kembarku yang belum genap berusia 12 tahun itu begitu ringannya membicarakan kasus bunuh diri, pemerkosaan, pelecehan seksual maupun berita menghebohkan lainnya sebagai bahan diskusi di meja makan.

Diskusi semacam ini bukan pertama kalinya di rumah kami. Semua isu-isu viral dan sensitif kami bahas dan diskusikan untuk membangun kemerdekaan berpikir anak-anak. Meskipun mereka anak perempuan, kami memberikan mereka akses yang sama merdekanya dengan kaum laki-laki di luar sana. Mereka bebas berpendapat, bebas bertanya tentang apa saja, bahkan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang dianggap tabu sekalipun tanpa ada penghakiman dari kami.

Membangun budaya diskusi di keluarga kami adalah bagian dari mendidik anak-anak perempuan yang merdeka. Suatu hari nanti, anak-anak kami akan menjadi ibu. Kami ingin mereka menjadi ibu berdaya, yang memiliki pikiran yang terbuka, merdeka untuk berkarya, berpendapat dan berpartisipasi dalam masyarakat. Itu kenapa kami tidak pernah membuat mereka risih ketika mereka memiliki inisiatif, turut berpartisipasi dalam diskusi, maupun sekedar bertanya tentang apa saja.

ibu berdaya

Membangun Budaya Diskusi Dimulai Dari Hal Viral

Pernah suatu hari mereka melihat potongan berita tentang kasus kekerasan dalam rumah tangga yang sedang viral yang dialami artis dangdut LK dan RB. Berita yang cukup bikin gemas para netizen ini pun tak luput dari diskusi meja makan keluarga kami. Anak-anak bertanya, kenapa ada laki-laki yang tega memukul istrinya sendiri. Mereka heran, bukankah yang namanya istri itu biasanya salah satu orang yang disayangi.

Tak berhenti sampai disitu saja. Diskusi bisa meluas dan merembet ke mana saja. Bahkan anak-anak bertanya tentang cerita bagaimana dulu kami memutuskan bahwa orang yang akan kami nikahi adalah orang yang tepat.
“Bagaimana bunda bisa yakin kalau ayah adalah laki-laki yang bisa memberi bunda kebebasan seperti yang bunda mau?”
Melalui cerita, pertanyaan dan diskusi semacam ini menjadi sarana bagi kami memberikan nasihat-nasihat bijak tanpa mereka merasa sedang dinasihati.

Kalau ada dari kalian yang bertanya, bagaimana anak-anak kami bisa mendapatkan akses terhadap berita-berita viral tersebut? Jawabannya tidak lain dan tidak bukan adalah dari akses paket internet cepat. Yes, akses internet memang membawa dampak terjadinya banjir informasi, termasuk pada anak-anak.

Kami adalah pasangan yang bekerja dari rumah. Pekerjaan kami membutuhkan paket internet cepat. Saya yang seorang content creator dan suami yang berprofesi sebagai retained designer membutuhkan akses internet yang kencang dan mumpuni di rumah. Dengan sarana akses internet tersebut kami menggali cuan dan menghidupi keluarga.

Namun tidak bisa dipungkiri, efek sampingnya bagi anak-anak adalah mereka akan lebih leluasa mendapat akses yang sama seperti kami. Paket internet cepat dari IndiHome yang kami pakai adalah paket 3P, di mana setiap paketnya sudah dilengkapi dengan akses internet, TV cable dan telepon rumah. Jadi mereka pun bisa menggunakan akses internet tanpa batas, tak jarang turut terpapar berita dari televisi ketika menemani akungnya menonton TV saat makan.

paket internet cepat

Mohon dimaklumi, namanya ibu-ibu seneng kalau ada paketan murah. Lumayan, paket internet unlimited untuk bekerja menggali cuan, akses bebas yang bisa dipakai anak-anak, masih bonus TV cable dan telepon rumah untuk mertua agar tetap bisa bersilaturahim dengan kerabat dan sahabatnya. Yang paketan model begini pasti bikin seneng kan? Bayarnya terjangkau pula.

Batasan Dalam Diskusi, Perlukah?

Apakah kami menyesal dengan luasnya akses internet yang tersedia di rumah? Tentu saja tidak. Seperti pisau, jika tahu bagaimana cara menggunakannya, maka akses internet cepat pun bisa sangat bermanfaat. Banjir informasi yang dialami bocah, kami imbangi dengan memberikan kebebasan berdiskusi tanpa penghakiman. Diskusi inilah yang akan menjadi pondasi bagi mereka memilih dan memilah informasi-informasi yang masuk. Melalui proses diskusi mereka akan berlatih menyaring secara mandiri mana yang baik bagi mereka dan mana yang buruk.

Pernah seorang teman bertanya, apakah kami pernah menghindari topik-topik tertentu yang belum tentu dipahami oleh anak. Tahukan anak-anak itu batas pemahamannya masih cukup sempit? Tapi kami tidak pernah memberi batasan ruang diskusi. Topik apapun, sesensitif apapun boleh menjadi bahan diskusi. Tentu jawaban-jawaban dan pertanyaan yang kami berikan masih tetap sebatas pemahaman anak-anak.

Misalnya ketika anak-anak bertanya tentang perang antara Rusia dengan Ukraina, kami tidak mungkin memberikan penjelasan detail tentang rumitnya politik antara dua negara. Kami memberikan pemahaman menggunakan analogi yang bisa diterima oleh dunia anak-anak. Seiring waktu tingkat pemahaman mereka akan bertambah, pertanyaan mereka akan semakin detail dan kritis.

Kami berprinsip menjawab pertanyaan anak hanya sebatas yang ditanyakan saja. Jikalau diskusi melebar ke mana-mana, biarkan anak-anak yang membawanya menjadi lebar. Jika dirasa perlu untuk disangkutkan ke hal-hal yang lebih krusial dan penting, kami memilih pola diskusi yang halus, agar anak-anak tidak merasa sedang dinasihati.

mendidik anak berpikir kritis

Mendidik anak perempuan konon katanya sama seperti mendidik seluruh peradaban manusia. Karena dari perempuanlah lahir generasi-generasi berikutnya. Perempuan juga menjadi pendidikan pertama untuk sebuah peradaban. Karena itu penting banget membangun budaya agar perempuan memperoleh kemerdekaannya, bisa memiliki pikiran luas dan terbuka.

Beruntung kita hidup di zaman digital, dimana akses untuk memperoleh pendidikan yang setara mudah didapatkan. Zaman di mana paket internet cepat ada di mana-mana. Seperti layanan Telkom group yang menjangkau seluruh pelosok Indonesia. Maka beruntunglah jika akses IndiHome ada di tempat kalian. Itu lah saat di mana kebebasan yang sebenarnya ada di dalam genggaman.

Ketika itu kita memiliki kebebasan bertransaksi, belanja, membaca berita, bertamasya, bersua wajah, tanpa perlu ke luar rumah. Bahkan dengan mengenakan seragam daster dan gegoleran dari tempat tidur kita bisa keliling dunia, mendengar berita dan bertransaksi dengan orang dari ujung dunia sekalipun. Yuk, berikan pondasi literasi yang kuat pada anak-anak kita, termasuk anak perempuan. Pondasi bisa dibangun mulai dari obrolan dan diskusi di meja makan.

Saat sedang khusuk menulis cerita ini, lamunan mendadak buyar ketika terdengar teriakan Si Ayah “Buuund, IndiHome nya sudah dibayar belum sih? Kok ini internetnya mati? aku gak bisa login email.” Aku merutuk dalam hati, waduuuh iya lupa.
Omelan masih berlanjut “Bayar gak harus pergi ke bank aja kok masih lupa…!”
Hiks… iyaaa maaf!



Related Posts :

25 Comments :

  1. Iya, asal ada gadget dan jaringan internet lancar, baca berita atau bertransaksi online bisa kita lakukan, anak-anak juga bisa mendapat banyak ilmu dan pengetahuan baru.

    Anak-anak sekarang juga semakin kritis ya, setuju sekali kalau ada budaya diskusi dalam keluarga, jadi anak-anak bisa mengemukakan pemikiran2nya dan berdiskusi dalam keluarga.

    Btw ending tulisannya bikin ketawa, jangan telat bayar indihome lagi ya Bund hahaha. Aku juga nih, pakai indihome di rumah, semoga gak lupa bayar juga 😀


  2. Kita memang kaya informasi saat ini, tp butuh pendidikan terutama kaum wanita bagaimana bisa berkembang di era sast ini


  3. saya pribadi lebih suka terbuka dan mengajak diskusi apa saja dengan anak2, selain mengencorage mrk utk berani menyampaikan pendapat juga jutrsu membangun bonding sih. Kalau sudah dibatasi ini itu malah khawatir mrk ga mau terbuka sama kita. terasa banget ketika mrk mulai remaja, dan mungkin lebh nyaman bicara dengan seusia mrk.


  4. Kebiasaan berdiskusi dapat menjalin komunikasi yang lebih baik, membuka wawasan dan melatih kepekaan untuk mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain. Ini penting untuk menjalin jejaring lebih luas dan banyak manfaat baik lainnya..


  5. Seneng deh ada yang nulis topik tentang mendidik generasi perempuan merdeka dengan budaya diskusi gini. Memang sudah tidak zamannya perempuan itu cuma manut aja. Perempuan juga manusia yang kodratnya merdeka. Berpendapat dan saling mendengarkan pendapat bukan hal tabu lagi sekarang. Apalagi dengan derasnya informasi di internet. Kalau diskusinya dengan orangtua pasti lebih terarah. Terutama menyangkut topik sensitif macam pembunuhan, bunuh diri, pemerkosaan, dll seperti yang dituliskan,


  6. Hehe, saya pun pernah lupa bayar dan udah uring-uringan kenapa internet mati. Ternyata belum bayar. Saat itu sih masih bayar manual. Harus keluar rumah. Sejak punya banyak aplikasi bisa bayar bayar, malah dikasih notifikasi belum bayar tagihan dari jauh jauh hari masa tempo. Hehehe


  7. Semenjak pandemi kami juga pasang wifi di rumah, Mak.. Karena kami kerja di rumah, dan saat itu anak-anak juga sekolah dari rumah, maka sesuai hitung-hitungan prinsip ekonomi, pakai wifi jadinya lebih murah. Efek negatif pasti ada, makanya saya setuju dengan Mak Wiwid, kita perlu banget sering-sering diskusi dengan anak-anak. Dari diskusi itu kita jadi tau pandangan anak seperti apa, kita juga bisa memasukkan nilai-nilai yang kita pegang dalam keluarga,


  8. Makin terbuka aksesnya banyak kasih hal positif sih ya.. Tapi sekaligus menguji kesabaran karena anaknya bakal makin kritis melihat sesuatu. Kalau ortu enggak bisa jawab, cari di internet aja. Wadawww.. Harus jadi ortu yang terbuka juga nih, biar bisa diskusi lebih asik.


  9. Seperti pisau, jika tahu bagaimana cara menggunakannya, maka akses internet cepat pun bisa sangat bermanfaat. Banjir informasi yang dialami bocah, kami imbangi dengan memberikan kebebasan berdiskusi tanpa penghakiman.

    suka sekali dengan pendapat ini. akupun begitu, aku percaya banget, teknologi, internet, apapun itu memang seperti pisau, yang jika digunakan dengan tepat, manfaatnya akan jauh lebih banyak yang bisa dirasakan. kami juga pelan-pelan membiasakan diskusi apapun di rumah, prinsipnya sebisa mungkin kami jadi tempat pertama yang bisa mereka tanya2 mengenai apapun dengan bebas.

    suka sekali dengan tulisannya, tfs yaa


  10. Alhamdullillah.
    Aku merasa terberkati dikelilingi oleh orang-orang positif misalnya seperti komunitas blogger. Banyak sekali pencerahan terutama soal gaya parenting.

    Dari sini juga aku tahu bahwa berdiskusi dengan buah hati bahkan dimulai sejak bayi dalam kandungan sebagai bentuk membangun ikatan.

    Berdiskusi di sini bisa dilakukan dengan banyak hal, mulai dari membahas menu, tujuan liburan dan lain sebagainya.

    Aku ingin menanamkan kepada anak bahwa di rumah ini sangat menjunjung pendapat meski tidak selalu sepakat, jadi anak pun merasa dihargai dan belajar meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.

    Istilah yang sering kami adopsi, “Sepakat untuk tidak sepakat.

    Yuk mari sebarkan pentingnya mendidik generasi dengan budaya diskusi


  11. Kalo menurutku, budaya diskusi ini memang tergolong “darurat” di kalangan masyarakat kita. Darurat di sini maksudnya masih kurang dibiasakan karena terbentur budaya “nrimo ing pandum”. Susah banget buat membuka ruang diskusi dengan prinsip seperti ini, Tapi dengan adanya awareness mengenai kemerdekaan budaya diskusi, semoga semakin banyak orang yang mengerti pentingnya komunikasi 2 arah dalam sebuah diskusi.


  12. diskusi itu sebenarnya menarik karena melatih otak kita untuk berpikir kritis dan logis juga melatih public speaking ya


  13. hihi.. plot twist endingnya ya buund… maklumlah, buibuk memang banyak yang diurusin.. Btw, I feel you mba, menghadapi pertanyaan-pertanyaan anak-anak, kitanya juga harus melek informasi ter uptodate.. biar anak juga ngerasa nyaman berdiskusi kalau ortunya nyambung


  14. WAduh ngakak di paragraf terakhir, si ayah yang teriak internet mati, hahahaa.
    Jangan sampai telat bayar internet ntar nggak bisa akses info penting untuk belajar ya. Nah soal ngajak ngobrol atau diskusi, aku menerapkan hal ini meski anakku cowok semua. Sejak kecil karena terbiasa diskusi jadi ya sekarang ketika udah dewasa juga enak ngobrol bila ada hal penting atau pun ada isu yang viral di media sosial


  15. Setuju nih mak. Lebih baik kita yang menjelaskan kepada anak-anak apa adanya dengan bahasa yang mudah dipahami dari pada mereka mencari tahu sendiri. Apalagi tentak berita sensitif seperti bunuh diri, pelecehan seksual, dll. Terutama kepada anak perempuan. Aku pun demikian. Btw, untuk urusan bayar listrik, indiehome, dll aku serahkan ke pak suami. Soalnya aku pelupa orangny


  16. Suka sekali dengan diskusi terbuka.
    Aku juga membiasakan hal ini di keluarga kami. Tapi tetap ada diskusi dengan konten sensitif, kami menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Kebetulan, anak pertamaku suka sekali dan memang agak kritis. Tapi kalau anak keduaku, ia selalu menganggap dunia itu seperti pandangannya yang sederhana.

    Jadi beda banget diskusi yang berjalan. Tapi tetap, diskusi ini agar masing-masing memahami sudut pandang setiap masalahbisa berbeda hasilnya dan saling menghargai pendapat orang lain.


  17. Semakin maju perkembangan teknologi orang tua semakin aware ya dengan pola asuh diskusi tebuka seperti ini, jadi lebih nyaman satu sama lain antara anak dan orang tua nih


  18. Klo di sosiologi itu ada yang namanya pola sosialisasi partisipatoris
    Pola sosialisasi yang lebih mengedepankan diskusi
    Dan emang bagus klo diterapkan di keluarga
    Anak jadi lebih merdeka


  19. setuju banget dengan budaya diskusi, karena masing-masing dari kita pasti punya pemikiran sendiri yang butuh didengarkan dan juga disalurkan. Menghargai juga jadi proses dalam diskusi ini


  20. Gak heran sih ya anak-anak zaman sekarang tuh pada bernalar kritis. Peran orangtua, paparan informasi yang demikian deras, serta kemudahan dalam mengakses berbagai informasi melalui internet, membentuk mereka menjadi generasi yang bernalar kritis. Semoga berdampak baik pula di masa depannya.


  21. Perlu membiasakan diskusi terutama kepada anak supaya mereka senang curhat dan berbagi cerita selama disekolah dengan kita orang tuanya.
    Kebiasaan ini harus kontinue bukan instan krn smua butuh proses yaaks…


  22. Nah anak2ku tu juga karena udah bisa gugling sendiri trus kadang nanyain banyak hal, bahkan yang sedang viral juga mbak. Kalau aku pribadi gak kasi batasan jawaban tapi berusaha kasi tau sesuap yang mereka bisa pahami dengan bahas yang gampang tapi gak skip istilah2 sebenarnya. Anak2 zaman skrng makin pinter dan kritis wkwk. Kalau blm bisa kasi jawaban biasanya aku jawab ntr2 dan itu mreka inget lho mpe ditagih2 haha


  23. Setuju mbak, dengan budaya berdiskusi ini.
    Aku juga melatih ini, bukan hanya ke anak perempuanku, ke anak laki2ku juga. Tapi jujur, agak susah memang memulainya. Tp bismillah, semoga terus berhasil


  24. whuaaa ini sih orang tuanya kudu melek literasi supaya bisa membawa alur diskusi keluarga yang ciamik. Keren lho obrolan kalian di keluarga jadi si anak memperhatikan masalah di luar sana dan peduli, ingin tahu lebih lanjut.


  25. Budaya diskusi itu penting banget dan alhamdulillah aku sama anak2 termasuk sering berdiskusi tentang banyak hal. Random sih haha seringnya tentang hal2 di sekolah..


Leave a Reply :

* Your email address will not be published.

ABOUT ME
black-and-white-1278713_960_720
Hi I’am Wiwid Wadmira

I am a mom of twin who love reading, writing and de cluttering. I blog about my parenting style, financial things & reviews. You may contact me at mykirakara@gmail.com

------------------
My Instagram
Invalid Data