Rokok dan Stunting, Apa Hubungannya?
“Mbak, anakmu badannya awet kecil ya?” sering dengar pertanyaan semacam itu? Untuk ibu-ibu yang anaknya awet mungil seperti saya, pertanyaan seperti itu bukan sekali atau dua kali mampir ke telinga. Entah itu sebagai pujian atau sebagai ungkapan rasa miris, saya tidak tahu pasti. Yang jelas memang Kira dan Kara badannya selalu langsing.
Pernyataan tersebut, sering diterima juga oleh ibu saya sejak jaman rikiplik dulu. Ketika saya masih bayi, saya pun memiliki badan awet mungil. Bahkan kini berat badan saya setelah melahirkan dua anak, tidak jauh berbeda dengan berat badan saya ketika masih SMA 18 tahun yang lalu. Senang atau miris? Silahkan renungkan sendiri. Yang jelas porsi makan saya biasa saja. Saya makan tiga kali sehari dengan lauk standard masyarakat Indonesia, ya tempe, ayam, telor. Bahkan tak jarang saya menghabiskan sisa makanan di piring anak-anak.
Lantas, di benak saya sempat tercetus, apakah anak saya termasuk stunting? Apa itu stunting sebenarnya? Dari jurnal online yang saya baca dan menurut WHO, stunting adalah gangguan pertumbuhan yang membuat anak tumbuh lebih kecil dan lebih pendek dari anak seusianya yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi pada anak. Anak yang memiliki gangguan pertumbuhan akan berpengaruh pada kondisi kesehatan, pertumbuhan mental dan kemampuan belajar anak. Dengan demikian, anak tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Konsumsi Rokok Orang Tua sumbang Peningkatan Stunting Pada Anak
Buibu, tahu gak kalau ternyata faktor genetik bukan satu-satunya penyebab anak stunting. Faktor genetik hanya menyumbang 20% anak tumbuh lebih kecil dari pada anak seusianya. Ada faktor lain yang ikut berperan serta dalam menyumbang peningkatan angka stunting pada anak. Salah satunya adalah konsumsi rokok orang tua.
Saya cukup tercengang ketika mendengar talkshow #RuangPublikKBR serial #RokokHarusMahal edisi ke-7 bersama narasumber Dr. Bernie Endyarni Medise,SpAK MPH Ketua Satuan Tugas Remaja IDAI dan Teguh Dartanto, PhD Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Talkshow yang mengangkat tema “Rokok Murah Penyebab Stunting” yang disiarkan hari rabu, 25 Juli 2018 pukul 09.00 di seluruh jaringan radio KBR tersebut mengungkap bahwa berdasarkan hasil penelitian, anak-anak yang memiliki orang tua perokok kronis, tumbuh dan memiliki berat badan 1,5kg lebih rendah dari pada anak-anak yang orang tuanya tidak merokok. Demikian juga dengan tinggi badannya tumbuh lebih pendek dari anak-anak yang tidak memiliki orang tua perokok.
Apa penyebabnya?
Orang tua perokok akan menggunakan sebagian anggaran belanjanya untuk memenuhi kebutuhan rokoknya. Hal yang sama terjadi juga pada masyarakat miskin atau berpenghasilan pas-pas’an. Karena harga rokok yang terjangkau dan murah, maka banyak orang tua yang lebih mengutamakan kebutuhan rokok. Hal tersebut berdampak pada menurunnya daya beli bahan makanan lain yang sarat gizi seperti telor, ayam, daging, ikan maupun susu.
Dr.Bernie lebih lanjut menjelaskan bahwa stunting bukan hanya berpengaruh pada pertumbuhan berat badan dan tinggi badan saja, namun juga berpengaruh pada pertumbuhan otak anak. Untuk orang tua yang merokok perlu waspada ketika si ibu dalam kondisi hamil. Karena pertumbuhan otak yang paling pesat, terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK), yang mulai dihitung sejak dua garis merah muncul di alat tes kehamilan.
Jadi, secara garis besar, isu rokok tersebut bukan hanya berpengaruh pada kondisi ekonomi keluarga, maupun kondisi kesehatan perokok dan orang sekitarnya. Ternyata isu rokok juga berpengaruh pada pertumbuhan anak-anak bahkan lebih luas hingga perkembangan otak mereka. Kalau sudah begini, miris tidak?
Yang mungkin tidak disadari si perokok maupun keluarga di sekitarnya adalah paparan asap rokok dapat bertahan hingga 3 sampai 4 jam bahkan setelah asap rokok hilang. Asap rokok yang mengandung banyak bahan kimia tersebut menjadi salah satu penyebab anak mudah sakit, terutama gangguan pada pernafasan dan penyerapan gizi. Lebih sedih lagi ternyata informasi tersebut tidak menyebar merata ke seluruh lapisan masyarakat, seperti sebaran asap rokok.
Rokok Memang Harus Mahal
Meski memiliki seorang suami yang perokok, saya setuju jika rokok harus mahal. Kenapa? Selain agar orang tua pada keluarga miskin dapat berpikir ulang dalam membeli rokok dan lebih mengutamakan gizi anaknya, juga agar rokok tidak mudah dibeli oleh anak-anak usia sekolah. Sudah tahukan kalau di Indonesia rokok bisa dibeli ketengan atau perbiji? Rokok ketengan yang harganya terjangkau oleh uang saku anak-anak sekolah inilah yang menjadi salah satu faktor kenapa anak sekolah sudah mulai mengenal dan mencoba rokok.
Masih ingat kasus anak balita yang fasih merokok? Atau masih ingat teman-teman jaman sekolah yang mencuri waktu dengan merokok di dalam kamar mandi sekolah atau dibalik tembok-tembok rahasia di lingkungan sekolah. Sedih tidak kalau anak-anak mengenal rokok bukan dari keluarganya atau lingkungan rumah, tapi justru dari sekolah, tempat di mana seharusnya mereka menimba ilmu dan tumbuh menjadi anak-anak yang sehat jasmani dan mental. Sedih kan ya?
Kalau kamu penasaran dengan ulasan tentang #RokokHarusMahal, masih bisa streaming di seluruh jaringan radio KBR. Atau kalau teman-teman setuju dengan kampanye #RokokHarusMahal, bisa ikut menandatangani petisi di www.change.org/rokokharusmahal.
Mari menjadi bagian dari pertumbuhan anak-anak Indonesia yang lebih sehat dan cemerlang. Sekecil apapun peran serta kita, Insyaallah bermanfaat untuk generasi mendatang. Selamat berkarya!
Setuju banget rokok harus mahal, di atas 50 ribu 🙂
sama kayak di negeri tetangga ya mbak. Harga rokok mahal.
Ini yang masih menjadi PR besar bangsa Indonesia. Bagaimana membuat rokok tidak terjangkau semua kalangan (dengan harga mahal pastinya) tetapi tidak mematikan industri tembakau dan sebarannya.
Kalau melihat dampak rokok memang mengerikan, saya pernah baca postingan teman yg anaknya meninggal beberapa hari setelah akikah karena menghisap asap roko dari tamu pada saat akikahan…. kan miris. Tapi dengan menutup langsung pabrik tembakau dan pabrik rokok solusi sederhana tapi belum pas kayaknya..
Nah semoga dengan diberlakukan rokok harga mahal akan mengurangi konsumsi rokok, semoga bukan malah meningkatkan prestise bagi para perokok itu sendiri
Artikel yang menarik dan bermanfaat. Universitas Airlangga, Indonesia menuliskan artikel tentang asap rokok dan anemia ketika hamil dapat menyebabkan resiko terjadinya stunting.