Pengalaman Camping Bertiga Di Dlundung, Trawas, Mojokerto

Pengalaman Camping Bertiga di Dlundung, Trawas, Mojokerto

Beberapa waktu lalu aku dan duo kunyil camping bertiga saja di Dlundung, Trawas, Mojokerto. Berkemah seperti ini sudah semacam ritual tahunan bagi kami. Jika biasanya dilakukan berempat bersama ayahnya, maka kemarin hanya berangkat bertiga saja. Seperti biasa, kami berkemah 3 hari 2 malam. Ketika share pengalaman di story sosial media, sempat banyak pertanyaan dari kawan dan kerabat yang muncul. Untuk mengurai pertanyaan-pertanyaan itu, mari kita mulai dari kisah dan pengalaman camping bertiga terlebih dulu.

Ritual camping ini sebenarnya dulu kami buat untuk mengajak duo kunyil merayakan ulang tahunnya dengan suasana berbeda di alam. Eh loh kok ndelalah Kunyil-kunyil nya suka dan ketagihan. Jadilah waktu itu ayahnya berjanji akan mengajak mereka camping berempat saja setiap tahun di bulan mereka ulang tahun. Setelah ayahnya meninggal maka ritual itu masih tetap aku lanjutkan dengan segala dinamika dan suka dukanya bertiga saja.

Ternyata ritual dan perjalanan semacam ini menjadi ajang kami berkontemplasi, baik sebagai sesama anggota keluarga maupun sebagai makhluk sosial. Kami bisa berkaca dan merenung sepuasnya tentang peran kami masing-masing dan bercakap-cakap lebih nyaman dan tenang. Maklum untuk kami yang sama-sama memiliki indra pendengaran yang sensitif, yang mudah terdistraksi oleh suara-suara,maka mendapatkan tempat yang nyaman, tenang, jauh dari kebisingan adalah hal yang sangat-sangat-sangat berharga.

Perjalanan camping tahun ini awalnya kami rencanakan akhir bulan Juni, karena tepat di hari ulang tahunnya kunyil berencana mendaki puncak gunung. Tapi qodarullah rencana itu terpaksa diundur karena kawan pendamping sekaligus coach dari duo kunyil kecelakaan H-1. Rencana juga mundur agak jauh karena aku dapat tugas sebagai pantarlih. Lumayan fee yang kudapat bisa jadi tambahan uang bayar listrik bulan depan. Jadilah kami berangkat tanggal 9 Juli dan berkemah hingga tanggal 11 Juli 2024.

Jika biasanya kami berangkat naik kendaraan umum, bus antar kota, maka kemarin kami berangkat diantar adik ipar sampai lokasi perkemahan. Alhamdulillah hemat ongkos. Bahkan om D rela mengantar segala macam tenda dan peralatannya sampai atas. Padahal biasanya kami angkut sendiri dari bawah. Terima kasih kalian keluarga tabiru.

Karena berkemah bukan hal baru buat duo kunyil, maka aktivitas memasang dan membongkar tenda sudah biasa kami lakukan. Jika biasanya kami lakukan berempat, kemarin kami lakukan bertiga saja. Alhamdulillah duo kunyil sudah semakin cekatan untuk memasang dan membongkar tenda milik kami. Setidaknya settingnya sudah hafal jadi lebih mudah memasangnya.

3 hari 2 malam di sana kami lebih banyak jalan kaki. Tracking itu jelas karena untuk ke kamar mandi harus naik turun. Meski sudah cari lokasi dekat dengan kamar mandi tetap saja kami harus naik turun karena terlalu dekat pun juga gak seru. Ditambah lagi kami gak suka berlama-lama gabut, maka aktivitas mengumpulkan buah pohon pinus yang sudah kering dan berjatuhan menjadi keseruan tersendiri.

Di camping ground Dlundung ini sebenarnya ada sungai yang bisa dibuat main karena terbilang aman asalkan hati-hati. Namun saat itu kami terlalu malas untuk turun lebih jauh ke sungai. Aku sendiri rasanya lagi senang menikmati waktu ngalamun dan gegoleran sendirian sementara bocah kunyil sibuk naik turun dan menjelajah untuk mengumpulkan buah pinus kering dan ranting-ranting untuk bahan api unggun saat malam tiba.

Mereka semangat sepanjang siang naik turun mengumpulkan bahan api unggun sampai dapat satu kresek. Lumayan untuk nafas api unggun beberapa jam, mengingat ranting-ranting kecil dan buah pinus kering mudah terbakar dan cepat habis. Kalau kalian ingin melakukan hal yang sama, jangan lupa kumpulkan saat siang, saat buah pinus sudah kering terkena panas matahari, lalu simpan di kresek dan bungkus agar tidak kena embun sore.

Maklum suasana sore di daerah Trawas kadang berkabut dan lembab jadi buah pinus dan ranting bisa basah lagi. Kalau basah, susah untuk dibakar jadi api unggun. Setelah maghrib pun lebih susah menyalakan api unggun karena kelembaban udara dan angin bikin korek susah menyala lebih lama. Tapi kalau kayu-kayunya kering, api unggun masih bisa menyala kok. Lumayan untuk menghangatkan badan dan menghabiskan waktu untuk ngobrol sambil makan malam di luar tenda. Sayang kemarin kami lupa membawa bahan makanan yang bisa dibakar di api untuk dimakan bersama.

Gimana rasanya kemah bertiga saja? Seru. Sangat seru dan adem, jadi Insyaallah kami akan kembali lagi. Gak masalah di tempat yang sama, karena Dlundung akan selalu menjadi tempat penuh nostalgia bagi kami. Kalau kembali ke sini, usahakan cari hari kerja, karena kalau sabtu-minggu ramainya ampuuun. Buat kami kaum yang mencari ketenangan, ramenya sabtu-minggu gak manusiawi. Berisiknya sudah seperti pasar malam. Ada saja para pengunjung yang menyalakan musik hingga jelang subuh pagi hari.

Buat kalian yang mau kemah dan senang-senang bersama teman, sah-sah saja kok kalau mau bernyanyi di alam. Tapi milikilah tenggang rasa bahkan dengan penghuni hutan juga. Suara musik yang terlalu keras dengan sound system dan generator gede itu menghilangkan esensi berkemah. Kalian hanya mengusung keberisikan kota dan pemukiman pindah ke tengah hutan. Kalau memang mau berisik ya sudah di kota saja, di daerah pemukiman, seperti layaknya hunian manusia.

Hutan itu memang sepi, tempat orang yang ingin menepi dan menyepi. Kalau mau bermain musik, sewajarnya saja, gak perlu pakai pengeras suara. Burung, serangga hutan dan seluruh penghuninya gak pengen denger lagu dan suara kalian, jadi gak usah pake pengeras suara. Hutan itu memang gelap, tempat mahluk yang pengen menikmati keremangan dan gulita sejenak. Tidak perlu bawa generator segede gaban untuk pasang neon dan lampu kelap-kelip. Kalau mau pakai lampu disko ajeb-ajeb, ya bukan di hutan tempatnya. Kalian itu diciptakan Tuhan jadi makhluk paling mulia, jangan bertingkah barbar dan arogan.

Cukup sekali saja kami datang weekend dan bertemu mahluk-mahluk barbar di Dlundung Trawas. Hari kerja kemarin hutan memang kembali sepi, tapi ada banyak suara yang tidak bisa kami dengar lagi. Suara burung tertawa yang dulu pernah kami dengar, kemarin tidak terdengar lagi. Entah kemana. Semoga habitatnya tidak punah karena ulah makhluk-makhluk bodoh itu ya… Terus terang kami sedih ketika kehilangan beberapa suara alami hutan.

Malam hari bisa kami lewati dengan mulus di hutan. Setelah puas dengan api unggun dan kenyang makan malam, Duo kunyil bisa tidur nyenyak. Aku sempat semalam gak bisa tidur karena kedinginan. Sinus dan kulit tipisku memang sensitif sekali dengan udara dingin. Pun tidak ada gangguan seperti yang dikhawatirkan para netizen seperti ular dan hantu yang sempat ditanyakan di beberapa story ku. Apakah malam hari ada suara-suara mencurigakan? Ya ada, biasanya memang selalu ada saja. Tapi aku sudah maklum dan memang belakang tenda kami ada jalan setapak untuk para pelintas, jadi suara-suara mencurigakan sempat terdengar sesekali. Takut? Sedikit. Kapok? Enggak.

Bagaimana makannya? Ini yang cukup kacau unsur gizinya. Kami hanya sempat membawa stok makanan frozen yang ada di kulkas, tidak sempat belanja. Harusnya jika waktu persiapan cukup, kami bisa belanja sayuran dan tempe lebih dulu untuk kami memasak di hutan. Masakan simple seperti sayur bayam dan tempe goreng harusnya bukan hal sulit untuk dimasak di tengah hutang dengan alat seadanya. Jadi unsur gizinya juga tetap terjaga.

Nasinya gimana? Sebenarnya ada trik masak nasi ala pendaki gunung. Kalian bisa cek di youtube, ada beberapa tutorialnya. Tapi kalau malas masak, bisa juga beli. Kalau jalan kaki sekitar 15 menit ke atas atau ke bawah sudah bisa ditemui warung tempat membeli bahan makanan. Tidak terlalu jauh, hanya saja medannya memang menanjak. Kuatin saja kaki, paha dan lututnya. Anggap saja latihan untuk mengatasi kekeroposan tulang.

Seperti yang pernah aku ulas di sini, camping ground di Dlundung sudah cukup lengkap fasilitasnya. Di pintu masuk juga ada penjaganya. Kalau malam masih ada petugas yang patroli karena wana wisata ini masuk wilayah milik perhutani yang dilindungi. Jadi Insyaallah masih aman untuk para kaum perempuan seperti kami. Selain itu Dlundung menjadi jujugan tempat kemping keluarga, jadi kami sering menemui anak-anak kecil yang diajak kemping oleh orang tuanya. Ini menunjukkan kalau Dlundung cukup aman ya, teman-teman. Semoga selalu terjaga keasrian dan segala habitatnya. Aamiin.



Related Posts :

No Comments :

Leave a Reply :

* Your email address will not be published.

ABOUT ME
black-and-white-1278713_960_720
Hi I’am Wiwid Wadmira

I am a mom of twin who love reading, writing and de cluttering. I blog about my parenting style, financial things & reviews. You may contact me at mykirakara@gmail.com

------------------
My Instagram
Invalid Data