Mengupas Pentingnya Chilling dan Healing Bagi OYPMK dan Penyandang Disabilitas
Chiling dan Healing Bagi OYPMK dan Penyandang Disabilitas, Perlukah?
Saat ini, kata healing sering digaungkan dalam media sosial (medsos) atau bahkan kita mendengarkan dari orang terdekat. Pergi ke mall, olahraga atau kemanapun tempatnya akan dikatakan sebagai healing. Healing sendiri dalam kamus Bahasa Inggris diartikan sebagai penyembuhan. Sedangkan chilling dari chill, mengandung makna santai. Kata ini juga sering digunakan untuk menggambarkan istilah “menenangkan diri”.
Chilling dan healing sangat dibutuhkan bagi setiap individu yang hidup. Mengapa? Karena kedua kegiatan tersebut mempunyai dampak besar bagi manusia. Secara umum, salah satunya adalah untuk menyegarkan kembali jiwa raga setelah mengalami kepenatan kegiatan. Sedangkan secara khusus, tergantung peristiwa yang dialami. Akan tetapi, bagaimana dengan chilling dan healing bagi OYPMK (Orang Yang Pernah Menderita Kusta) dan penyandang disabilitas?
Dalam talkshow Ruang Publik KBR yang bekerja sama NLR kali ini mengusung tema tentang ‘Chilling dan Healing bagi OYPMK dan penyandang disabilitas, Perlukah?’ Acara yang dibawakan dengan menyenangkan oleh host KBR, Rizal Wijaya. Turut mengundang Donna Swita selaku Executive Director Institute of Woman Empowerment (IWE) dan Ardiansyah (OYPMK) yang menjabat sebagai Wakil Ketua Konsorsium Pelita Indonesia.
Menurut Donna Swita, definisi healing adalah penyembuhan pada sesuatu yang berdampak pada psikis dan emosi seseorang. Healing tidak hanya dibutuhkan oleh OYPMK, tetapi semua orang membutuhkan.
Mengenai healing atau pemulihan diri atau perawatan, ada 5 dimensi penting, diantaranya adalah:
- Dimensi fisik, dalam dimensi ini berbicara tentang kesehatan fisik. Misalnya saja, karena kurang istirahat akhirnya berdampak dengan fisik.
- Dimensi psikis, stress karena banyak stigma yang harus dibenahi.
- Mental
- Relasi, berhubungan dengan orang tua dan orang lingkungan sekitar.
- Spiritual
Dari kelima dimensi tersebut bisa dilihat, dimensi mana yang paling dibutuhkan oleh OYPMK dan penyandang disabilitas. Karena setiap orang memiliki proses pemulihan yang berbeda. Tergantung dimensi permasalahan yang dihadapi. Namun, dari semuanya, yang terpenting adalah informasi atau pengetahuan. Pemanfaatan kecanggihan teknologi dalam menggali ilmu pengetahuan tentang penyakit kusta seharusnya lebih mudah diperoleh dan dicari. Hanya dengan mengetik kalimat kusta atau healing misalnya, maka akan segera bermunculan informasi yang dicari.
Sekarang ini, kebanyakan orang memanfaatkan teknologi pintar dalam hal medsos, namun tidak banyak yang mampu mencari informasi dan membaca dari sumber yang valid. Akhirnya, banyak yang terperosok berita bohong, atau bahkan stigma lama yang masih dipakai. Sehingga pandangan mengenai penyakit kusta pun masih saja sama. Padahal informasi mengenai kusta ada sudah banyak digaungkan. Tidak semua orang bisa menerima OYPMK karena keterbatasan pengetahuan atau lebih percaya berita yang tidak jelas alias hoaks.
Menurut salah satu sumber yang hadir dalam Ruang Publik KBR yaitu, Ardiansyah selaku OYPMK dan Wakil Ketua Konsorsium Pelita Indonesia. Beliau mengatakan bahwa healing sangat dibutuhkan bagi OYPMK dan penyandang disabilitas. OYPMK lebih banyak menutup diri dan pada akhirnya tidak mempunyai teman untuk bercerita dan berkeluh kesah. Stigma tidak diterima masyarakat terlanjur melekat karena banyak OYPMK yang mengalami. Pada akhirnya, perasaan tertekan dan takut menceritakan penyakitnya membuat OYPMK menutup diri.
Seperti yang dialami Ardiansyah, bagaimana penolakan orang tua dan lingkungan terhadapnya. Rasa tertekan dan penolakan ini membuat Ardiansyah mencari dukungan dari luar. Beruntung sekali Ardiansyah menemukan teman-teman organisasi yang sangat mendukung. Namun tidak semua OYPMK bisa mengatasi penolakan. Ardiansyah memiliki strategi, yaitu:
- Percaya Tuhan: harus berpikir bahwa ini adalah rencana Tuhan dan manusia tidak tahu rencana Tuhan. Sehingga harus menerima semua yang dialami.
- Berpikir positif ke depan: ingin berubah atau tidak kembali pada diri sendiri. Yang menentukan langkah ke depan adalah diri sendiri bukan orang lain.
- Melanjutkan hidup
- Meng-edukasi orang-orang sekitar
Bahwa semua kembali pada diri sendiri, sehingga orang-orang di sekitar bisa menjadi
support system OYPMK dan penyandang disabilitas.
Ada salah seorang penanya yang menanyakan, mengapa proses healing tidak memanfaatkan kecanggihan teknologi agar OYPMK dan penyandang disabilitas tidak ketinggalan teknologi alias melek teknologi. Menurut Ardiansyah, bisa saja memanfaatkan teknologi. Namun sayangnya, tidak semua berpendidikan tinggi. Banyak yang tinggal di daerah pelosok. Upaya penyembuhan lebih difokuskan pada mengatasi luka hati, yang membutuhkan proses lebih lama dari pada teknologi.
Ardiansyah mengatakan, salah satu cara healing yang mungkin ampuh adalah menulis. Dengan menulis tentang diri sendiri, bisa menceritakan atau menumpahkan segala apa yang dirasakan dan dipikirkan.
Ardiansyah juga membagikan kisahnya tentang langkah kongkrit yang dilakukan saat harus meyakinkan kedua orang tua (terutama ibu) dan orang terdekat. Langkah tersebut adalah:
- Meningkatkan kemampuan diri di berbagai bidang (apa yang disukai kembangkan).
- Jangan membatasi diri, perluas relasi agar menguasai teknologi dan informasi.
Menjadi OYPMK dan penyandang disabilitas jangan dijadikan alasan untuk menutup diri atau membatasi diri, tetapi buktikan bahwa dalam keterbatasan ada kesempatan yang sama. Di mata Tuhan, semua sama.
No Comments :