Ketika Anakku Menjadi Korban Perundungan

Sudah beberapa hari salah satu bocah kunyilku pulang dengan wajah sendu. Bocahku yang satu ini memang lumayan spesial. Dia seperti mewarisi masa kecilku. Berbadan mungil, sifat introvert, tidak mudah bergaul dengan kecerdasan motorik yang pas-pasan. Maka bisa ditebak, ia ia menjadi sasaran empuk pelaku perundungan.

Ceritanya setiap jam pelajaran olah raga, ia selalu mendapat perlakuan yang semena-mena dari temannya. Didorong kesana kemari, dijauhi, diledek dan ditertawakan setiap melakukan gerakan. Sedih pasti ya… Karena saya tahu persis seperti apa rasanya.

Sebagai ibu, rasanya tentu pengen lompat saat itu juga ke sekolah demi melindungi si bocah mungil. Tapi tentu itu tak menyelesaikan masalah. Si bocah harus bisa menyelesaikan masalahnya. Si bocah harus tumbuh jauh lebih kuat.

Biasanya apa sih yang membuat seorang anak menjadi pelaku perundungan? Dari beberapa tulisan yang pernah saya baca pelaku perundungan biasanya melakukan untuk menarik perhatian teman atau guru. Ada juga pelaku perundungan yang merasa penting dan memegang kuasa sehingga cenderung mencari pengaruh dengan memegang kendali teman-temannya yang lebih inferior.

Selain itu anak-anak yang melakukan perundungan ada juga yang melakukannya karena pengaruh dari lingkungan sekitar atau dari TV. Bahkan beberapa pelaku perundungan melakukannya sebagai cara untuk mencari teman atau mencari pengakuan dari lingkungannya.

Biasanya mereka tidak banyak yang menyadari efek yang diterima oleh si korban. Korban bukan hanya mengalami rasa takut, tetapi juga rasa percaya dirinya akan terampas. Bahkan beberapa anak korban perundungan mengalami trauma emosional yang berkepanjangan. Pekerjaan panjang untuk orang tua, baik orang tua korban perundungan maupun pelaku.

Anak-anak yang mengalami perundungan biasanya menunjukkan beberapa perilaku yang tidak seperti kesehariannya. Saya masih beruntung, bocah kunyil saya masih sering curhat dan cerita tentang apa apa saja. Namun beberapa anak tidak bisa cerita ke orang tuanya. Namun bisa dilihat dari beberapa tanda di bawah ini:

  • Suli tidur. Anak yang menjadi korban perundungan dan mengalami trauma berat biasanya susah tidur atau sering mengalami mimpi buruk ketika tidur.
  • Sulit fokus di sekolah. Anak lebih mudah melamun dan susah menaruh perhatian.
  • Beberapa anak mencari banyak alasan agar bisa bolos atau menghindar bertemu pelaku perundungan.
  • Anak-anak yang biasanya suka melakukan sesuatu, jadi menjauhkan diri dari kegiatan favoritenya.
  • Anak tampak gelisah, lesu dan mudah putus asa.

Nah, kalau si bocah punya tanda-tanda di atas dan mengaku mengalami perundungan, apa sih yang harus dilakukan orang tua? Orang tua harus tetap tenang. Selow aja, buibu. Marah dan teriak-teriak di sekolah tidak akan menyelesaikan masalah kok. Bahkan mungkin bisa jadi malah merusak nama baik kita sendiri.

Berikut beberapa hal yang mungkin bisa dilakukan orang tua ketika tahu anaknya mengalami perundungan:

  1. Mencari bantuan di sekolah. Jika anak-anak mengalami perundungan, ada baiknya orang tua berkonsultasi dengan pihak sekolah dan meminta memediasi anak-anak yang sedang bermasalah dengan temannya.
  2. Beberapa orang tua ada yang langsung berbicara dan menjadi mediator bagi anaknya dengan si pelaku perundungan. Namun perlu diingat, sebagai mediator harus berlaku seadil mungkin.
  3. Gali potensi anak untuk meningkatkan rasa percaya dirinya. Karena rasa percaya diri akan membuat anak menjadi lebih tangguh ketika mendapat perundungan.
  4. Bicara tentang pengalaman sendiri. Sebagai orang yang dulu juga sering menjadi korban perundungan, maka berbagi cerita kepada anak bisa menjadi motivasi si anak untuk lebih berani dalam mempertahankan dirinya.
  5. Bentuk persahabatan di luar sekolah. Dengan memiliki teman di luar lingkungan sekolah, anak akan merasa dirinya bisa diterima. Dengan lingkungan pergaulan yang lebih luas, anak juga akan lebih cerdas dalam bersosialisasi dan belajar mengatasi masalah di dalamnya.
  6. Terus pantau keadaan si anak dan caranya berinteraksi denga si pelaku.

Demikian buibu, menjadi tetap tenang, selow dan berfikir menggunakan kepala dan hati yang adem itu penting. Karena tindakan emosional tidak akan menyelesaikan masalah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya dalam membentuk lingkungan yang kondusif untuk anak-anak kita itu dibutuhkan peran serta kita juga. Jika ada sesuatu yang kurang nyaman, maka kita juga harus bisa membantu mengajari dan menjadi orang tua serta guru bagi semua teman-teman anak-anak kita.

It takes a village to raise a child

Dibutuhkan orang banyak untuk membesarkan seorang anak. Ya kali, kita manusia sudah fitrahnya sebagai mahluk sosial. Kita tidak bisa hidup sendiri. Apa yang kita lakukan, apa yang kita inginkan akan selalu berpengaruh pada orang lain. Demikian juga dalam mendidik anak, akan selalu ada pengaruh dari lingkungan. Karena itu mari ikut turun tangan membentuk lingkungan yang kondusif bagi anak-anak kita tumbuh. Sudah saatnya kita bangkit dan turun tangan!



Related Posts :

No Comments :

Leave a Reply :

* Your email address will not be published.

ABOUT ME
black-and-white-1278713_960_720
Hi I’am Wiwid Wadmira

I am a mom of twin who love reading, writing and de cluttering. I blog about my parenting style, financial things & reviews. You may contact me at mykirakara@gmail.com

------------------
My Instagram
Invalid Data