Kisah Pohon Andurien

Ini adalah cerpen yang di tulis Kira untuk disetorkan sebagai tugas literasi. Tulisan yang dikumpulkan berupa cerpen dengan tema “Surabaya”. Kalau cerita seputar itu-itu saja, bosen katanya. Karena bocahnya sangat tergila-gila sama kisah fantasi, maka jadilah tulisan fantasi versi dia. Daripada mubadzir hanya ada di buku tugas, mending diunggah di sini. Masih banyak yang bisa diperbaiki lagi dari tulisan ini, tapi biarlah menjadi parameter tumbuh kembangnya dalam menulis, yang kelak bisa dibaca lagi.


Kisah Pohon Andurien

Di suatu daerah di bagian timur Surabaya terdapat sebuah pohon tua besar bercabang banyak. Pohon yang menjadi cerita banyak orang di zamannya. Di sekitarnya banyak tumbuh tanaman dan pohon-pohon kecil. Dulu anak-anak yang tinggal di kampung tempat pohon tua berada senang memanjatinya. Jika malam menjelang, Kunang-kunang riuh menghiasi dan berterbangan di sekitar pohon itu. Hingga belasan tahun berlalu anak-anak yang kecil menjadi dewasa, pohon-pohon semakin jarang tumbuh di sekitarnya.

Tempat pohon itu berada berubah menjadi rumah-rumah yang semakin padat. Ranting rantingnya menusuk atap warga. Namun tahukah kalian, dari semua kenangan yang dimiliki pohon itu, ada satu yang selalu diingatnya. Untuk melihat kenangan itu, kita kembali ke masa sekitar 4.000 tahun yang lalu. Masa di mana pohon ini masih sangat muda, saat daunnya hanya berjumlah 4 lembar.

Di abad ini upacara sedang diadakan untuk menanam sebuah pohon di puncak bukit kecil. Tanah di sekitar bukti lapang dan hijau. Seiring berjalannya waktu, pernah ada seekor jerapah kecil memakan daunnya tapi aneh jerapah ini tiba-tiba lehernya berubah panjang. Seorang perempuan menggendong jerapah kecil itu lalu memberi cat merah aneh pada pohon itu.

“Etios Kokolono andurien kokono…” kata perempuan itu.

orang orang di belakangnya menjerit jerit setuju pada wanita itu seorang lelaki tinggi maju lalu berkata pada pohon tersebut

“Aku ngaturake panuwun marang kang maha kuwasa ing dhuwur. Kawulo ngaturaken agunging panuwun awit saking sih rahmat ingkang sampun panjenengan tumbasaken wit keramat menika” Katanya dalam bahasa jawa.

Sekarang semua orang bersujud menghadap pohon suci itu. Setelah upacara selesai. Seorang bertelinga panjang dengan rubah putih mendatangi pohon itu. Dia berkata

“titinuri andurien kokono ano’s” ( saya andurien dan kokono anjing saya adalah perawat pohon suci ini).

Andurien nama si penjaga bertelinga panjang itu, memainkan harpa kecil yang dibawanya di tangan kiri. Ia menyanyikan lagu tentang pohon suci. Setiap hari Andurien mendatangi pohon ini dan menyanyikan lagu untuknya. Andurien dan pohon itu seperti satu kesatuan. Waktu berlalu, masa berganti. Dari yang awalnya Andurien datang setiap hari jadi semakin jarang. Seiring makin rentanya Andurien, kedatangannya berubah menjadi seminggu kali, kemudian jadi sebulan sekali hingga Andurien kian bertambah tua dan akhirnya … tiada. Pohon itu tak ada lagi yang mendatangi dan menyanyikan lagu di bawahnya.

Pohon itu berduka atas kematian Andurien. Pohon tua makin tenggelam dalam kesedihan dan tidak lagi berbuah. Karena tak ada lagi buahnya, orang-orang menjadi enggan berkunjung. Anak-anak tak lagi menari-nari di bawahnya. Tradisi pohon suci pun punah. Tak banyak lagi orang-orang yang mau datang ke bukit itu. Bukit terbengkalai, pohon tua makin merana.

Seiring berkembangnya waktu, desa kecil pun berubah menjadi kota. Daerah sekitar pohon tua itu berada kini lebih banyak dikenal dengan nama Gunung Anyar. Perbukitan berubah menjadi perumahan. Anak-anak yang tinggal di sekitarnya tidak pernah tahu betapa enak buah yang pernah tumbuh di pohon tua itu. Orang yang sebaik andurien pun sudah tak ada lagi. Tak ada yang mengenal kisah pohon suci yang pernah ada sebelumnya. Bukit yang dulu hijau kini dipenuhi sampah, gersang dan kering. Pohon tua makin merana.

Di satu titik tertinggi kesedihannya, pohon itu akhirnya menerima keadaan. Masanya telah usai, keadaan telah berubah, Andurien telah tiada. Pohon itu menarik nafas lalu untuk terakhir kalinya ia mengeluarkan buahnya. Seminggu berlalu, ada warga yang dikejutkan oleh buah yang muncul dari pohon tua di atas bukit di sekitar tumpukan sampah. Yang membuat mereka takjub, rasanya enak dan lezat. Di buah itu ada biji-biji yang rapi. Yang tak kalah uniknya, kulit buahnya ada goresan bertuliskan Andurien. Yang kemudian warga menyebutnya buah Andurien.

Saat dunia menjadi dunia modern, asap mengepul di mana-mana perumahan makin dipenuhi bising motor, si pohon Andurien makin sakit. Daunnya layu para warga sekitar berusaha memberinya pupuk tapi tak ada yang membuatnya sehat. Keadaan semakin buruk setiap harinya bahkan kayunya sudah berubah menjadi coklat dan rapuh. Serangan hama tak terhindarkan. Karena tahu pohon langka itu sekarat, para peneliti mulai berusaha merawat. Mereka melarang warga menggunakan motor di gang sempit. Warga sekitar membantu membersihkan sampah yang ada di sekitar pohon. Para peneliti berusaha keras membuat pupuk dan obat penawarnya.

Seluruh anak indonesia yang hebat dikerahkan untuk menjaga pohon yang pernah dianggap suci itu agar tidak tumbang dan mati. Warga sekitar resah. Hingga suatu hari seorang peneliti muda yang tulus menemukan pupuk untuk diuji coba pada pohon itu. Pupuk itu di taruh di sekitar pohon. Malam yang sunyi semua mendoakan pohon tua Andurien. Keesokan harinya pohon itu mengeluarkan satu buahnya dan daun hijau mulai ranum kembali. Pohon Andurien sudah kembali sehat. Para warga bersorak riang gembira. Setelah sekian lama ia hidup pohon Andurien telah melewati masa masa yang berat, namun justru itu yang membuat buahnya manis dan lebih nikmat.

Hingga setelah sekian lama pohon itu hidup, perumahan di sekitarnya sudah menjadi gedung bertingkat. Namun di dekat pohon Andurien tumbuh ada laboratorium tempat para peneliti. Dia terus diteliti oleh manusia-manusia. Bahkan ada yang beranggapan pohon itu adalah pohon pertama di dunia dan pohon tertua yang diturunkan dari langit. Para peneliti tak henti-henti menyuntiknya setiap hari.
Namun keadaan berkata lain, Tuhan memberi cobaan lagi pada pohon ini. Tempat yang ditinggali saat ini dilanda gempa. Gedung-gedung runtuh. Sebagian ranting-ranting dan cabang pohon Andurien patah. Berita menyebar, dalam 6 jam penduduk sekitar gedung terkejut. Para wartawan mengelilinginya. Tanpa adanya pupuk yang tersedia dan oksigen yang bersih dari dalam gedung, kondisi pohon mulai melemah hingga kemudian ia tertidur lagi, tampak layu dan tua.

Mengenaskan. Peneliti menganggapnya mati, lalu dipotongnya pohon tersebut . pohon itu menyemburkan cairan getah berwarna merah. Tapi bukan berarti si pohon mati. Dia menumbuhkan bibit baru, yang sangat baru, yang nantinya akan menjadi generasi baru dari pohon tua Andurien.

– Tamat –


No Comments :

Leave a Reply :

* Your email address will not be published.

ABOUT ME
black-and-white-1278713_960_720
Hi I’am Wiwid Wadmira

I am a mom of twin who love reading, writing and de cluttering. I blog about my parenting style, financial things & reviews. You may contact me at mykirakara@gmail.com

------------------
My Instagram
Invalid Data