Belum Bisa Membaca, Salah Kurikulumnya Kah?

Belum Bisa Membaca, Salah Kurikulumnya kah?

Tulisan ini hanya luapan emosi sesaat emak-emak yang butuh menyalurkan 20 ribu kata. Masih pada inget gak beberapa waktu lalu marak berita tentang anak-anak usia SMP yang masih belum bisa membaca. Aku tidak tahu persis apakah benar-benar tidak bisa membaca atau bisa membaca tapi tidak tahu maknanya. Entah yang mana persisnya.

Mungkin mainku kurang jauh. Mungkin mainku masih sebatas pulau Jawa saja. Tapi melihat pola didik anak-anak TK jaman sekarang yang sudah mati-matian digembleng bisa baca tulis dan berhitung, kok rasanya agak aneh ya ada anak SMP yang belum bisa membaca sama sekali. Guru SD kelas 1 saja kalau tahu ada muridnya yang belum bisa membaca sudah mumet sembilan keliling dan melakukan segala upaya untuk bersinergi dengan orang tua murid gimana caranya agar si anak bisa membaca, setidaknya bisa mengeja. Iya apa iya?

Lha kalau ada anak SMP yang belum bisa membaca sama sekali itu aku masih belum paham letak kesalahannya di mana? Namun yang jelas aku tidak percaya kalau itu kesalahan dari kurikulum pendidikan jaman sekarang, kurikulum merdeka. Menyalahkan kurikulum merdeka itu ibarat lagi jalan, terus jatuh yang disalahkan batunya, kenapa ada di tengah jalan. Kepala kepentok pintu, yang dipukul pintunya.

Sungguh mencerminkan pola asuh zaman baheula sekali ya… Apakah masih relate dengan kondisi sekarang?

Kurikulum merdeka adalah salah satu kurikulum yang meberikan kebebasan bagi para guru untuk menentukan bahan pengajaran dan target sesuai dengan kondisi daerah, keadaan lingkungan sekitar. Justru bukankah harusnya dengan begini guru lebih leluasa menentukan metode dan bahan mengajar sesuai dengan keadaan masing-masing. Tidak harus berpaku pada ketentuan nasional yang harus nilai sekian standard nasional. Kalau masih pakai standard nasional ini akan sangat jomplang, karena kondisi sekolah dan lingkungan di Jakarta dan Surabaya akan sangat jauh berbeda dengan sekolah yang ada di Papua dan Nusa Tenggara.

Jadi kalau ada yang menyalahkan kurikulum kok rasanya masih gagal masuk di logika saya.

Lalu ada yang bilang “ya itu karena murid belajar gak belajar ya otomatis akan naik kelas dan lulus. Murid jadi malas belajar!”

Nah, yoook kembali ke prinsip kurikulum merdeka yang membebaskan tadi. Dengan kebebasan seperti itu, bukankah seharusnya guru bisa lebih kreatif berpikir dan mencari cara untuk mengajar sehingga membantu muridnya untuk termotivasi dalam pelajaran. Bukankah fitrah manusia itu penuh rasa ingin tahu alias kepo. Nah fitrah inilah yang berusaha dijaga dalam kurikulum merdeka.

Jadi guru ya sama seperti orang tua yang selalu berusaha mencari tahu metode mengajar yang pas dan seru untuk murid-muridnya. Agar setidaknya murid-murid mau belajar, mau menyimak dan bereksplorasi dengan pelajaran yang diampunya.

“Halah mbak, ribet… tugas guru sekarang banyak. Mumet.”

Ya namanya kerja mana ada yang gampang? Mau kerjaan apapun pasti ada saja tantangannnya. Bahkan memutuskan jadi ani-ani juga ada tantangannya. Dalam sistem tidak ada yang lahir langsung sempurnya. Butuh terus pembaharuan. Teruslah berinovasi, jangan lelah memberi masukan dan bersuara untuk para pemangku kebijakan. Yang paling penting niat tulus untuk mendidik putra-putri bangsa harus terus dijaga, jangan semata karena malas lalu melupakan tugas.

Untuk sebuah profesi yang gajinya bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat, masa iya mau dapat kerja yang mudah-mudah saja? Tentu tidak. Ketulusan dan passion dalam mendidik harus terus dijaga, karena jariyahnya sampai akhirat insyaallah.

Guru tugasnya mengajar, karena itu jangan lelah belajar. Karena ilmu tidak hanya berhenti di satu titik, terus berkembang. Bagaimana bisa mengajar jika tidak mau belajar, bisa-bisa ketinggalan perkembangan ilmu. Kalau memang passionnya bukan belajar, ya tidak usah mengajar. Mungkin bisa mulai dipertimbangkan untuk ganti profesi. Kalau fokusnya untung dan rugi, cobalah cari ilmu berdagang saja. Siapa tahu lebih sukses tanpa mendzolimi hak anak-anak didiknya.

Kurikulum hanyalah sarana atau alat. Mau digunakan bagaimana, itu tergantung pemakainya. Semakin lihai dan kreatif pemegang alat maka semakin indah pula hasilnya. Kalau jari keiris karena pisau, bukan salah pisaunya. Mari belajar untuk menjadi lebih bijak.

Sekian dari saya, orang tua yang sudah lelah mendengar curhatan anak yang marah karena gurunya tidur setiap jam mengajar. Adaaa? Hooooo yo jelas adaaaa!!



Related Posts :

No Comments :

Leave a Reply :

* Your email address will not be published.

ABOUT ME
black-and-white-1278713_960_720
Hi I’am Wiwid Wadmira

I am a mom of twin who love reading, writing and de cluttering. I blog about my parenting style, financial things & reviews. You may contact me at mykirakara@gmail.com

------------------
My Instagram
Invalid Data