Aku, Mertuaku, Iparku
“mbak, aku mau pindah aja.. mau cari rumah kost. Mertuaku biar tinggal sama iparku aja. “
Malam itu tiba-tiba notifikasi di w.a saya berbunyi. Seorang teman curhat tentang mertua dan iparnya. Ini bukan pertama kali saya menerima curhatan serupa. Gara-gara tulisan saya tentang mertua, terkadang w.a saya mendadak jadi ajang curhat para menantu-menantu cantik.
Jadi ceritanya si menantu cantik sedang kesal karena dia merasa mertuanya jauh lebih perhatian ke iparnya. Setiap mertua pergi ke luar kota, yang dibawakan oleh-oleh saudara iparnya, mentang-mentang si ipar sering kirim uang ke mertuanya. Setiap kali iparnya main ke rumah, mertuanya heboh masak enak dan pulangnya selalu dibawakan bekal. Setiap kali ngobrol dengan tetangga, selalu yang dibanggakan si ipar yang cekatan dan luwes. Kalau si ipar sakit, bisa sehari 3 kali telepon hanya untuk menanyakan sudah makan belum, sudah minum obat atau belum dan bla..bla… curhatan yang lainnya.
Ada yang pernah merasakan hal serupa? Atau mirip-mirip?
Hhhmmm… berhubung saya bukan psikolog, bukan terapis, bukan pula ahli agama yang hafal ratusan dalil, tapi saya punya telinga dan jari, jadi yang bisa saya lakukan saat itu ya hanya mendengarkan dan ikut berbagi cerita.
Saya seorang menantu yang tinggal sama mertua. Saya juga punya orang tua yang tinggal bersama saudara ipar saya. Saya juga punya saudara ipar dari suami saya yang tinggal di tempat yang berbeda. Jadi posisi saya sebagai menantu yang kadang kedatangan saudara ipar, dan juga jadi saudara ipar yang kadang pulang ke rumah orang tuanya. Saya pernah berada di 2 sepatu yang berbeda sekaligus. Lantas bagaimana cerita saya dengan para saudara ipar tersebut?
Di rumah, setiap akhir pekan saudara ipar saya datang. Tentu saja mertua saya juga kadang masak heboh dan pulang pun membawakan bekal untuk ipar saya. Apakah saya cemburu? Tidak. Malah kadang saya ikut membantu masak. Toh kalau masakannya jadi saya pun juga ikut makan. Sudah gak ikut keluar uang, bisa makan enak, apa susahnya tho? Hal yang sama juga berlaku ketika saya mudik. Setiap mudik, ipar saya di kampung halaman juga selalu heboh masak ini itu sesuai keinginan ibu saya. Beruntungnya ipar saya yang ini pandai memasak. Semua hasil olahannya sukses membuat saya dan Kira Kara selalu kangen kampung halaman. Alih-alih membantunya memasak, saya lebih memilih membantunya momong para bocah. Ia paham sekali kalau kakak iparnya yang ini musuhan sama panci dan wajan. Toh saya ikut momong anaknya yang super lincah pun ia sudah ikut merasa terbantu, bisa masak sesuai keinginannya tanpa direcokin bocah yang rewel atau merengek. Apakah ipar saya iri setiap ibu saya minta dimasakkan ini itu buat saya? Insyaallah tidak. Hubungan kami mesra seperti kakak adik. Setiap malam curhat dan bergosip segala macam setiap kali kami bertemu. Padahal saya sangat diistimewakan setiap kali pulang ke rumah.
Sekarang mari kita mencoba membayangkan. Seandainya anak yang ada dipangkuan kita saat ini tumbuh besar, dewasa, sudah bekerja dan tinggal di tempat yang berbeda, apa rasanya? Kangen kan yaa.. Hanya bisa bertemu seminggu sekali, sebulan sekali atau bahkan kadang belum tentu setahun sekali. Lantas, bagaimana perasaanmu ketika sang anak tiba-tiba pulang dan menengokmu? Seneng, antusias, pengen menghidangkan apa saja yang dulu menjadi favoritenya masa kecil. bahkan kalau mungkin kamu pasti ingin menggendongnya seperti dulu lagi. Berhubung sudah gak mungkin di gendong lagi, maka kamu elu-elukan cucu yang wajahnya, tingkahnya, dan celotehnya mirip anakmu dimasa kecil. Wajar kan ya?!
Kita yang tinggal setiap hari bersama mertua, sudah tidak lagi menyadari keistimewaan itu karena setiap hari kita menerimanya. Karena mungkin setiap hari kita mencicipi masakan yang sama yang dibuat mertua. Karena mungkin hampir setiap hari anak-anak kita dibawakan jajan setiap kali mertua pulang arisan. Karena mungkin hampir setiap hari kita bisa makan bakso bersama mertua. Jadi semua yang kita anggap istimewa itu sudah tak lagi istimewa karena setiap hari kita merasakannya. Lantas, masih layakkah kita cemburu dengan ipar?
Tuhan akan memberi sesuai prasangka mu. Karena itu selalu berikan prasangka baik untuk orang-orang di sekitarmu. Jika kau temui mertua yang senang mencacimu dengan bahasa yang kasar, berprasangka baiklah, mungkin beliau sedang lelah dan butuh istirahat. Hiburlah dan berikan keceriaan semampumu. Jika masih kau temui ia mencaci juga, berprasangka baiklah pada Tuhanmu. Karena sebaik-baik pengharapan adalah kepada Tuhan yang Maha Membolak-balik isi hati. Kalau kata pak suami saya, sesungguhnya berbuat baik itu tidak pernah ada ruginya. Karena Tuhan selalu memperhitungkan semuanya walau hanya sebesar biji Zahra. Ayuuukk selalu jadi menantu yang cantik dan baik. *kibas jilbab, pasang konde*
Budeeeeee! Tulisan ini bener banget dan menyejukkan sekali! ???
aaaww… terima kasiiih <3
Alhamdulillah hubunganku dengan mertua dan menantu baik baik aja mba
Sika tulisannyaaa
Semoga terus baik dan saling support ya mbak. Biar damai lahir batin 🙂
Alhamdulillah, hubunganku dgn mertua baik2 saja. Bahkan saya sering diajak curhat juga.
Naah.. TOP banget mbak Tatit. Kalau sudah dipercaya buat teman curhat, insyaallah selalu akur yaaa..
KEREENNNN mbaa!
Two THUMBS UP!
btw, congrats yak, udah dot com uhuuui!
uhhhuuuiii,… hahaha… thanks supportnya ya mbak Nurul. Terima kasih juga sudah sering ngurek-ngurek kupingku. hahaha.. Kangen dirimu.
Hahaha jadi sudah ada spesialisasinya, yang satu momong yang satu masak 😀
Begitulah. Bisa bagi-bagi tugas kan enak.. heuheu.
Kalau kata pak MT.
Teruslah berbuat baik dan perhatikan apa yang terjadi 🙂
Betuuull… Semesta selalu bersama mereka yang tak lelah berbuat baik dan menebar kebaikan.
Jadi kangen almarhumah ibu mertua. Beliau berusaha banget untuk adil. Kalau beli apa2 selalu sejumlah menantu perempuannya. Kalau menantu laki-laki sih beliau lebih santai. Beliau mengerti benar kalau perempuan itu mudah iri. :))
What a bless dapat mertua seperti itu, teh… Al-Fatihah untuk ibu mertua teh Lusi..
Wah, ngerasain banget yg kayak gini Mbak. Yg deket nggak dianggap, yg jauh is number one hehehe. Tapi aku yakin kok mereka sama2 sayang banget baik kita, mantu, ipar dll dll 🙂
Salam kenal ya Mbak 🙂
Pasti sempat sedih ya mbak… Setuju, tetap berpikir positif akan membuat lebih semangat untuk selalu berbuat baik. Salam kenal juga mbak.
Ya … saya rasa ini sering dihadapi oleh para menantu
Dan saya setuju, bagaimanapun si menantu harus sadar bahwa sampai kapanpun anak tetap anak.
Ipar kita wajar mendapat perlakuan demikian dari mertua kita. Lha wong itu anaknya sendiri kan? jadi tidak perlu merasa tersaingi
Bahkan kalau perlu kita bantu Mertua kita untuk menyenangkan anaknya (Ipar kita). Adik atau Kakak suami/istri kita juga kan?
Saya rasa mertua yang baik akan tambah sayang sama menantu yang demikian
Salam saya
Amiiinn… Makin disayang mertua deh. heuheu…