Citi Parenting: Mendidik Anak Menjadi Generasi Cerdas Digital


Suatu hari di sebuah restoran cepat saji, saya melihat seorang ibu yang meminta anaknya untuk duduk diam dan menyodorkan gawainya. Saya melihat si ibu sedang asik ngobrol dan bercengkerama, sepertinya dengan beberapa teman lama. Anak yang tadinya rewel karena bosan dan tidak diizinkan bermain di playground, lantas duduk diam, khusyuk menghadap gawainya. Ketika lewat untuk cuci tangan, saya sengaja melirik permainan yang sedang asik ia mainkan. Ternyata itu membuat debaran detak jantung saya meningkat drastis, karena ternyata permainan yang ia mainkan adalah jenis permainan yang bukan untuk usianya.

Tahu kah mama/papa, bahwa permainan yang ada di aplikasi gawai itu ada rentang usianya? Ada banyak sekali permainan yang melibatkan tindak kekerasan dan kejahatan seksual dalam ceritanya. Tidak semua permainan dalam gawai cocok untuk anak-anak. Saya melihat si anak yang berusia sekitar 6 tahun tersebut bermain permainan balap mobil yang banyak berisi adegan kekerasan dan misi-misi yang kurang pantas untuk anak-anak.

Dari kejadian tersebut saya sempat merenung, sebenarnya banyak orang tua yang tahu dan pernah mendengar akan bahaya siber. Namun terkadang orang tua tidak tahu bagaimana cara mengalihkan anak-anak dari gawainya. Bahkan tak jarang justru orang tua sendiri yang menyodorkan gawai tersebut agar anaknya bisa duduk diam dan tidak rewel.

 

Membuat orang tua sadar sepenuhnya tentang bahaya siber tersebut dibutuhkan peran banyak pihak. Namun sayangnya seminar-seminar yang menyajikan materi tersebut terkadang tak terjangkau oleh khalayak kebanyakan. Mahalnya harga tiket masuk dan tingginya biaya yang dibutuhkan membuat seminar-seminar pengasuhan hanya bisa dijangkau oleh kalangan berdompet tebal. Tidak adakah uluran tangan pihak-pihak yang bisa membantu mengedukasi orang tua tentang dunia digital yang sudah sangat cepat berjalan?

Rupanya Citibank dan Prestasi Junior Indonesia (PJI) memiliki kegelisahan yang serupa. Melalui kegiatan CITI PEKA (Citibank Peduli dan Berkarya), Citibank Indonesia bersama PJI mengajak orang tua siswa dari sekolah dasar negeri Ketintang I untuk belajar menjadi orang tua cerdas dalam mendidik anak generasi digital. Melalui CITI PARENTING TALKSHOW Citibank menghadirkan psikolog kenamaan ROSLINA VERAULI, M.Psi, Psi. Dalam talkshow tersebut, para orang tua siswa diajak membuka mata tentang betapa mengerikannya bahaya dunia siber. Dari dunia siber, 71% anak-anak usia 8-12 berisiko terpapar bahaya seperti perundungan dunia maya, kecanduan video, bahkan hingga pelecehan seksual.

Orang tua juga diajak mensiasati dengan memberikan kegiatan-kegiatan positif yang bisa mengembangkan bakat anak dan mengasah kemampuan anak. Menghasilkan anak yang cerdas dan berprestasi dibutuhkan kerja keras orang tua dan banyak pihak. Menghindari bahaya dunia siber tidak bisa hanya dengan menutup semua akses anak-anak terhadap dunia digital. Bagaimanapun juga banyak manfaat positif yang bisa dipetik dari perkembangan teknologi. Orang tua juga diajarkan bagaimana mensiasati waktu untuk memenuhi kebutuhan anak akan dunia digital dengan pendampingan dan bimbingan untuk meminimilsir paparan bahaya siber.

 

Dengan positif parenting, bahaya siber pada anak-anak dapat diminimalkan. Positif parenting menekankan pola komunikasi yang positif antara orang tua dengan anak. Pola komunikasi positif menghindari pertanyaan-pertanyaan yang membuat anak tidak nyaman, merasa terpojok dan diinterogasi. Membangun komunikasi positif dibutuhkan kebiasaan dan praktek dalam keseharian. Pola komunikasi positif mengedepankan sikap saling menghargai dan keterbukaan. Dengan positif parenting anak akan merasa memiliki hak untuk melakukan sesuatu dan bisa memiliki pendapatnya.

Tak hanya sebatas itu, pada kesempatan tersebut, anak-anak SDN Ketintang I Surabaya juga diajak memanfaatkan gawai untuk media pembelajaran. Anak-anak belajar tentang pengelolaan financial sejak dini. Kakak-kakak dari PJI membimbing mereka untuk mengenali perbedaan kebutuhan dan keinginan dalam mengelola keuangan. Pembelajaran “Digital Financial Literacy For Children” tersebut juga mengajarkan tentang pengetahuan dasar kewirausahaan.

Untuk yang belum kenalan sama Prestasi Junior Indonesia, Mr. Robert Gardiner menjelaskan bahwa PJI adalah anggota organisasi non-profit terbesar di dunia, Junior Achievement Worldwide, yang berfokus pada pendidikan kewirausahaan, kesiapan kerja dan kesadaran finansial. Sementara Citibank Indonesia sendiri telah beroperasi di Indonesia sejak tahun 1968 dan memiliki kepedulian yang tinggi dan bersama PJI turut terlibat dalam pendidikan generasi muda. Kegiatan tersebut dapat terlaksana berkat pendanaan dari Citi Foundation. Semoga semakin banyak perusahaan-perusahaan yang ikut terlibat dalam pengembangan pendidikan dan pola asuh anak-anak di Indonesia.

Gaya Pengasuhan Ibu Dulu Ketika Anaknya Ujian

 

Hari ini saya dapat reminder dari wali kelas si bocah kalau bulan depan sebelum puasa, anak-anak sudah menghadapi ujian semester. Tak berapa lama, whatsapp group saya heboh dengan celoteh para ibu yang membahas tentang ujian sekolah. Beruntungnya isi celotehan bukan berbagi kepanikan menghadapi ujian, tetapi berbagi pengalaman bagaimana ibu-ibu kita dulu menghadapi anak-anaknya yang mau ujian. Isinya? Beragam. Ada yang diwajibkan dapat juara 1, ada yang super selow, belajar terserah, gak belajar, rasain sendiri. Bagaimana dengan ibu saya?

Ibu saya bukan seorang ibu yang bisa mengenyam pendidikan tinggi. Kehidupan ibu cukup keras dalam mengawal adik-adiknya. Beliau rela untuk tidak meneruskan sekolah demi adik-adiknya bisa bersekolah, hingga lulus sarjana. Sementara ibu sendiri hanya bisa sekolah sampai kelas 5 SD. Beliau menghabiskan masa mudanya dengan bekerja di sebuah pabrik kosmetik ternama di Surabaya.

Ibu tak pernah memaksakan kami untuk harus menjadi juara. Pun ibu tak pernah memberikan target kepada kami harus mendapat nilai tertentu. Untuk urusan nilai dan ranking, ibu sangat demokratis. Yang ibu tahu hanya ibu harus bekerja sekuat tenaga bersama bapak, demi memberikan hidup yang layak untuk empat anaknya.

Namun jangan dikata hal yang sama berlaku untuk urusan pekerjaan rumah. Saya dan adik-adik punya kewajiban untuk mencuci baju seluruh orang di rumah sejak kami masih duduk di sekolah dasar. Setiap pagi, selain harus mengisi air untuk mandi, kami harus membantu ibu mencuci baju. Awalnya tugas kami hanya membilas baju atau menjemur baju yang sudah dicuci saja. Lama kelamaan, tugas mencuci diserahkan kepada kami sepenuhnya. Kalau bangun kesiangan, jangan dikira kami bebas dari tugas mencuci baju. Kalau bangun kesiangan ya tetap harus selesaikan dulu mencuci baju, baru bisa berangkat sekolah. Sampai sekolah terlambat? Resiko ditanggung sendiri. Mungkin itu juga yang menyebabkan kami harus pandai-pandai mengatur waktu sendiri, sejak kami masih SD. Hampir tidak ada teriakan cempreng yang membangunkan kami. Lantas kenapa sekarang saya menikmati sekali gegoleran di tempat tidur kalau libur tiba ya? Anggap saja itu bentuk pelampiasan dan kemerdekaan. *ngeles*

Untuk urusan ujian, ibu tak pernah benar-benar tahu. Apakah besok mulai ujian atau tidak, ibu blasss gak paham. Jadi tidak ada teriakan panjang, atau tausiah berjam-jam ketika kami mau ujian. Suasana menjelang ujian, mau itu ujian ebtanas atau ujian catur wulan (dulu masih pakai sistem cawu), semuanya bergantung sama kesiapan kami masing-masing. Justru yang sering terjadi malah saya yang ngomel panjang untuk mengajak dua adik lelaki saya belajar.

Yaaaa… mohon dimaklumi, sebagai anak pertama dan perempuan satu-satunya, saya adalah mahluk paling bawel di rumah. Apalagi untuk urusan belajar dan urusan sekolah. Mungkin ibu bisa selow juga karena sudah ada saya yang nyinyirnya masyaAllah ketika adik-adiknya mau ujian. Hampir setiap malam saya yang nguprek-uprek adik dan membantu mereka belajar. Bahkan kalau bapak menyalakan TV saat kami belajar, sudah bisa ditebak siapa yang bakal nyinyir duluan.

Entah kesambet setan mana, yang jelas ketika berurusan dengan pelajaran di sekolah, saya mudah panik sendiri. Meski ibu atau bapak tidak pernah menegur saya atau bertanya dapat nilai berapa, saya merasa takut ketika teman-teman bisa melakukan sesuatu, tetapi saya tidak bisa. Kesadaran untuk belajar itu timbul karena ada rasa saya tidak ingin tertinggal, saya juga harus bisa.

Ibu tidak pernah mewajibkan jam sekian sampai jam sekian harus belajar. Ibu tidak pernah menanyakan hari ini saya ada PR atau ulangan harian saya dapat berapa? Ibu tidak tahu sama sekali apakah hari ini saya bisa menjawab pertanyaan di sekolah atau saya kena strap karena terlupa mengerjakan tugas. Mungkin yang ibu tahu hanya hari ini anaknya pulang sekolah tidak menangis. Itu saja sudah cukup.

Saya kecil adalah mahluk penakut dan cengeng. Masuk TK, saya berkali-kali membuat baju ibu sobek karena adu tarik. Saya tidak mau masuk kelas tanpa ditemani ibu. Saya kecil adalah sasaran empuk perundungan. Waktu TK saya punya teman yang rajin sekali memukul dengan keset atau penggaris setiap kali berbaris, dan saya adalah sansak setianya setiap hari. Masih terbayang jelas betapa takutnya saya setiap kali waktu sekolah tiba. Maka tak heran, saya pun takut bukan main ketika lupa mengerjakan tugas atau tidak bisa menjawab soal. Itu kenapa ibu tak perlu capek teriak untuk membuat saya belajar.

Meski tidak ada tuntutan dari bapak maupun ibu, kesadaran belajar dan mengatur waktu itulah yang membuat saya menjadi langganan juara ketika sekolah. Setiap ujian tiba, biasanya saya minta ibu membangunkan saya jam 3 pagi untuk belajar. Untuk masalah begadang, iman mata saya sangat lemah. Jadi jika ada yang harus saya kerjakan hingga larut malam, saya memilih tidur dulu, dan bangun lebih awal untuk mengerjakannya. Demikian juga ketika ujian. Saya memilih tidur dulu, dan bangun sebelum shubuh untuk belajar. Pagi buta itu biasanya saya sendiri. Setelah membangunkan saya, jika ibu terlalu capek, kadang ibu tidur lagi. Namun tak jarang ibu turut beranjak ke dapur untuk menjerang air dan membuatkan saya secangkir teh hangat. Setelah ditemani teh hangat, ibu kembali membiarkan saya sendiri khusuk dengan buku-buku.

Demikianlah gaya pengasuhan ibu saya dulu dalam masalah sekolah. Beberapa hal masih saya pakai hingga sekarang. Saya juga tidak pernah menuntut dua bocah kecil saya untuk memiliki nilai tertentu. Saya tidak pernah mewajibkan bocah kecil saya jam sekian harus belajar. Namun untuk membentuk disiplin belajarnya, biasanya saya berikan mereka pilihan, mau belajar siang selepas pulang sekolah, atau belajar malam hari setelah pulang mengaji. Mereka bebas memilih. Bahkan kalau bersama ayahnya, mereka juga bebas untuk tidak memilih keduanya. Tapi kalau sama bundanya, tetap harus dipilih salah satu. Selebihnya mereka bebas bermain dan bereksplorasi, main lego, membaca, bikin-bikin, pretend play, terserah.

Kebebasan yang kami berikan bukan berarti kami tidak peduli dengan pendidikan. Kami tetap concern dengan hal-hal yang menjadi minat dan bakat dua bocah tersebut. Mereka harus menguasai skill tertentu yang menjadi kesukaan mereka. Kami tidak mewajibkan mereka harus memiliki nilai 100 di semua pelajaran. Namun untuk hal-hal yang menjadi kesukaan mereka, tanpa harus dikomando dan dipaksa, nilai 100 mudah saja tergenggam.

Seperti yang sering di dengungkan para alumni the urban mama, “there is always different story in every parenting style”. Tidak ada kebenaran yang mutlak dalam pola asuh. Apa yang terjadi dalam keluarga kami, adalah yang cocok bagi gaya kami. Tulisan kali ini pun hanyalah kenang-kenangan atas nama masa kecil. Jika kalian memiliki pendapat yang berbeda pun tak mengapa. Bebas untuk berbagi di kolom komentar. Semoga bisa membantu melegakan perasaan bagi yang sejalan dan senasib. Selamat (terus) belajar!

SUNSILK HIJAB HUNT: Ajang Unjuk Diri Muslimah Bertalenta

 

Pada tanggal 7 dan 8 April 2018, Sunsilk bersama detikcom mengadakan roadshow gelaran Sunsilk Hijab Hunt 2018 di Surabaya. Sunsilk Hijab Hunt 2018 ini menjadi ajang unjuk diri para muslimah bertalenta. Bertempat di Grand City Surabaya, para muslimah muda sudah nampak berdatangan sejak pintu mall belum dibuka. Para muslimah muda tersebut akan menunjukkan aneka bakatnya di hadapan para juri setelah selesai melewati proses registrasi.

Surabaya sebagai kota pertama tempat diadakannya Sunsilk Hijab Hunt 2018, menjaring cukup banyak muslimah muda bertalenta. Dari 250 muslimah yang mendaftar, akan dipilih 20 peserta di hari pertama . 20 peserta tersebut kembali tampil di hari kedua di hadapan juri utama, yang terdiri dari 2 artis cantik, Soraya Larasati dan Terry Putri. Kedua pemenang terpilih inilah yang akan mewakili Jawa Timur untuk beradu di ajang pemilihan muslimah bertalenta di tingkat nasional. Gelaran utama Sunsilk Hijab Hunt 2018 akan diadakan di Jakarta yang menampilkan banyak muslimah berbakat dari seluruh penjuru nusantara.


Sunsilk Hijab Hunt 2018 Surabaya menampilkan peserta yang memiliki bermacam-macam bakat, mulai dari akting, menyanyi, tilawah, tausiah, menari, bermain musik, hingga bercerita. Satu persatu peserta menghadap juri untuk unjuk kebolehan sesuai bakat yang dimiliki masing-masing. Sementara menunggu giliran, para peserta dihibur oleh penampilan musisi lokal Gafarock dengan talentanya dalam bermusik. Dalam acara Sunsilk Hijab Hunt hari pertama dihadiri banyak tokoh penting Jawa Timur, seperti Tri Risma Harini, Gus Ipul dan Emil Dardak. Kehadiran banyak tokoh penting tersebut untuk memberikan support terhadap kegiatan positif yang menjadi ajang meraih prestasi bagi generasi muslimah.

Tri Risma Harini berpesan agar para muslimah fokus dan gigih dalam mengasah bakatnya. Totalitas dalam mengasah bakat akan menghasilkan sesuatu yang berharga. Totalitas dan konsisten adalah kunci utama dalam meraih kesuksesan. Sementara Gus Ipul memberikan sambutan hangat untuk para penyelenggara Sunsilk Hijab Hunt dan memberikan doa bagi seluruh peserta. Gus Ipul mengatakan untuk menjadi seorang pemenang bukan hanya mereka yang berhasil menjadi juara dalam sebuah perlombaan. Semua orang yang berani menantang dirinya sendiri untuk bertarung dan mengalahkan rasa takutnya juga seorang pemenang. Orang yang mau menularkan ilmu yang dimiliki selama bertarung juga seorang pemenang. Untuk alasan itulah, Gus Ipul mengatakan bahwa seluruh peserta Sunsilk Hijab Hunt 2018 Surabaya hari itu sesungguhnya semua adalah pemenang.


Yang mengejutkan ternyata peserta tidak hanya datang dari wilayah Surabaya dan sekitarnya saja, namun datang dari berbagai daerah, seperti Tuban, Banyuwangi, bahkan ada peserta yang datang dari Semarang. Luar biasa memang antusiasme para peserta Sunsilk Hijab Hunt 2018 kali ini. Persiapan yang dilakukan para peserta boleh dibilang cukup maksimal. Karena hadiah yang ditawarkan juga cukup menarik.

Selain beradu bakat, peserta juga diberikan bekal berupa talkshow tentang tips make up masa kini. Ada permainan dan tantangan seru yang bisa diikuti peserta maupun pengunjung dengan hadiah yang menarik. Bagi peserta maupun pengunjung yang berfoto di area Sunsilk Hijab Hunt 2018 dan mengunggahnya di sosial media berkesempatan mendapatkan hadiah, mulai dari hampers dari para sponsor hingga voucher jutaan rupiah.

Setelah melalui babak penyisihan yang cukup melelahkan, akhirnya terjaring 20 muslimah yang beradu di hari kedua. Di hari kedua, peserta dihibur oleh Kunto Aji sebagai bintang tamu. Hingga akhirnya terpilihlah Fadila Yahya dan Tia Shafira yang akan bertarung mewakili Surabaya di Sunsilk Hijab Hunt 2018 di Jakarta. Kedua peserta berkesempatan untuk meraih hadiah utama berupa uang tunai senilai ratusan juta dan paket umroh. Menarik sekali bukan? Selamat berjuang! Semoga muslimah muda Indonesia mampu terus turut berperan menjadi pilar pembangunan akhlak dan kreativitas di Indonesia.

Pertimbangan Memilih Dress Muslim Yang Cocok Untuk Anak

Gambar diambil dari website mataharimall

Lebaran tinggal beberapa bulan lagi. Siapa yang sudah mulai merencanakan banyak hal untuk persiapan lebaran? Adakah yang senasib mulai lirik-lirik dress muslim dari sekarang? Punya anak kembar perempuan itu memang menyenangkan, terutama ketika tiba saatnya hunting pakaian. Meski kembar tak melulu harus semua serba sama, namun yang jelas setiap melihat baju anak perempuan itu lucu-lucu dan menarik ya… Di keluarga kami yang tak kalah heboh dari Bunda adalah eyang nya. Si eyang sejak jauh hari sudah mulai mempersiapkan segala perintilan untuk baju dua bocah kembar. Apalagi yang namanya bocah kan cepat sekali tumbuh tingginya. Baru beberapa bulan kemarin dibelikan baju baru, sekarang sudah terlalu pendek. Maka cukuplah alasan untuk bisa berburu baju muslim baru.

Memilih dress muslim untuk anak-anak sebenarnya bukan hal yang sulit tapi juga bukan hal yang mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum akhirnya mengeluarkan uang dari dompet untuk beberapa potong baju. Memiliki anak kembar pasti tak mungkin hanya membawa tentangan sepotong baju saja kan? Karena itulah proses semedi dan meditasi menjadi agak panjang.

Berikut beberapa pertimbangan dalam memilih dress muslim yang cocok untuk anak

 

Bahan yang mudah menyerap keringat

Anak-anak sangat mudah sekali berkeringat, terutama ketika musim panas. Indonesia kaya dengan sinar matahari. Jika ditambah dengan tingkah para bocah yang tak mudah duduk diam, maka bisa dipastikan badan lebih cepat berkeringat terutama ketika memakai baju serba tertutup seperti dress muslim . Karena itu penting untuk memilih dress muslim yang bahannya mudah menyerap keringat seperti bahan kain katun atau kaos.

Pilih juga bahan yang lembut terutama untuk anak-anak yang memiliki kulit sensitif. Karena anak yang memiliki kulit sensitif akan lebih mudah merasa gatal dan merah-merah jika memakai bahan yang kasar dan tidak sesuai dengan jenis kulitnya. Kalau sudah begitu, sayang kan beli mahal tapi si bocah tak suka memakaianya. Meski modelnya kekinian, tapi pemilihan bahan menjadi sangat penting bagi anak-anak.

 

Model yang sederhana dan sesuai untuk anak-anak

Setiap musim model baju pasti berganti sesuai pasar. Namun yang jelas, memilih dress muslim untuk anak, kami lebih menyukai model yang sederhana. Karena meski memakai baju panjang dan serba tertutup, anak-anak tidak akan terganggu geraknya. Dengan model baju yang sederhana, anak-anak masih bebas bereksplorasi dan tetap lincah kesana kemari sesuai fitrahnya, tanpa harus terganggu model baju yang rumit. Alih-alih membuat anak nyaman, jangan sampai anak malah jatuh atau terganggu aksesoris baju yang berlebihan. Memilih model yang kekinian itu bukan hal yang salah, asalkan tetap disesuaikan dengan kebutuhan anak.

gambar diambil dari website mataharimall

Ukuran yang sesuai

Pilihlah sesuai ukuran tubuh anak. Anak-anak memang cepat tumbuh besar dan tinggi. Namun memilihkan dress muslim yang terlalu besar pasti akan sangat mengganggu. Jika ingin melakukan penghematan dan ingin membeli baju dengan size lebih besar, usahakan tidak lebih dari 1 size diatasnya. Karena baju yang terlalu panjang atau terlalu besar bisa sangat mengganggu gerak anak.

 

Warna yang menarik

Anak-anak identik dengan wajah cerah, banyak gerak dan banyak tertawa. Karena itu memilih baju dengan warna yang menarik sesuai dengan warna favorit anak-anak akan menjadi pilihan yang bijak. Jika baju yang dipilih adalah warna yang sesuai kesukaannya, maka anak-anak akan semakin semangat mengenakannya.

 

Motif yang sesuai karakter masing-masing

Memilih motif menjadi salah satu pertimbangan penting untuk ibu-ibu dalam memilih dress anak. Memilih motif sederhana untuk dress muslim anak akan lebih menonjolkan karakter wajah anak. Motif sederhana juga berkesan energik dan lincah, sesuai dengan karakter anak. Jika anak-anak menyukai gambar tertentu untuk bajunya, maka bijak dalam menyikapinya menjadi hal penting. Pasti anak-anak akan lebih semangat jika bajunya ada gambar favoritnya. Tak perlu memaksakan kehendak dan idealisme kita. Masing-masing keluarga memiliki karakter masing-masing. Asalkan gambar dan motifnya sesuai dengan anak-anak, tentu tidak akan menjadi masalah.

 

Harga yang terjangkau

Harga menjadi pertimbangan yang tak kalah pentingnya bagi dompet ibu-ibu. Apalah artinya baju cantik luar biasa, model kekinian, bahan kualitas nomor satu, tapi kalau harga tidak sesuai dengan kondisi dompet, pasti akan bikin menangis juga. Tak perlu memaksa, sesuaikan dengan budget masing-masing rumah tangga. Jika memiliki selera branded, tapi kondisi keuangan yang tidak memungkinkan, kita masih bisa memanfaatkan pesta diskon. Banyak e-commerce yang menggelar pesta diskon atau mall-mall yang berlomba-lomba menarik minat pembeli dengan iming-iming diskon di musim-musim tertentu. Agar tak ketinggalan, kita bisa berlangganan email promo yang rutin diberikan beberapa fashion label.

Ternyata memilih dress muslim anak pertimbangannya banyak ya… Namun jika semua kriteria dapat terpenuhi, maka tentu kita akan bisa melenggang dengan bahagia membawa tentengan di tangan, atau duduk tak sabar menanti pintu diketuk bapak kurir. Selamat hunting dress-dress muslim cantik untuk anak-anak! Selamat bermeditasi!

Nasalina & Bunga Ajaib

Hari ini Nasalina sedang ke pasar. Ia menemukan bunga ajaib. Ia membawa bunga itu ke rumah. Di rumah, bunga itu ditaruh di halaman depan rumah. Setiap hari Nasalina rajin menyiraminya.

Suatu hari Nasalina pulang sekolah dengan bersedih karena mendapat nilai 0. Sampai di rumah ia melihat bunganya layu. Keesokan harinya Nasilina masih bersedih, bunganya semakin layu. Tiba-tiba Nasalina teringat sesuatu, kalau bunganya adalah bunga ajaib. Nasalina mencoba untuk tersenyum. Ia belajar dengan rajin dan mulai tersenyum.

Ajaib! Esoknya ia mendapati bunganya mulai hidup dan tumbuh. Ia juga mendapat nilai 100 di sekolah. Nasalina senang.

Sister

 

Kira adalah anak 1-x (disensor bunda). Kara adalah anak 1-y (kena sensor lagi). Meskipun berbeda kelas, tapi kedua anak itu akrab bermain, belajar. Mereka adalah sister.

**

Hari ini hari ulang tahun kelasku. Aku dikasih jajan banyak. Kelasku terbaik. Aku dapat jajan yang manis-manis lagi. 1-x adalah kelasku. Kalau masuk ke perpustakaan, kami harus memakai pin dulu. Kadang-kadang kami lupa tidak pakai pin. Itulah cerita tentang kelasku.

**

Cerita Di Balik Seuntai Gelang

 

Beberapa waktu yang lalu dua bocah bilang ingin ulang tahunnya dirayakan dengan bagi-bagi goodiebag. Ia ingin seperti teman-temannya yang bisa berbagi goodiebag. Berbagai ide isi goodiebag mereka utarakan. Sebelum bunda mules sendirian, maka diajaklah dua bocah berhitung.

Dua bocah didudukkan dan diajak berdiskusi tentang apa saja yang ingin dijadikan goodiebag, siapa saja yang akan mendapat goodiebag, dan berapa yang akan dibuat. Dari diskusi itu dua bocah belajar berhitung kira-kira berapa biaya yang dibutuhkan untuk merayakan ulang tahun sesuai keinginannya.

Rupanya dari cara itu mereka tahu berapa besarnya uang yang harus dikeluarkan ayah dan bunda untuk merayakan ulang tahunnya. Berawal dari itulah lalu si bocah berpikir bagaimana caranya mendapat uang untuk ditabung. Mulai dari ide mau jualan gambar, jual boneka, hingga tercetuslah ide jual gelang.

Ide itu mantap mereka eksekusi karena mereka bisa buat barangnya sendiri, harga jualnya terjangkau untuk teman-temannya dan barangnya mudah dibawa di tas sekolah. Akhirnya selama weekend kemarin mereka sibuk membuat gelang untuk dijual di sekolah.

Selama 2 hari bekerja, jadilah 11 untai gelang mungil yang siap dijual dengan harga 2.000an. Pas lagi beberes, eh ada om nuni yang datang bersama para ponakan yang ceriwis. Melihat duo kunyil yang heboh dengan barang dagangannya, dibelilah 6 gelang oleh si om.

Memang dari dulu si om adalah truly guardian angelnya Kira & Kara, maka yang dibeli om bukan sekedar untaian gelang, tapi om membayar dengan semangat dan cinta untuk duo kunyil. Kalai dipikir-pikir buat apa coba si om beli gelang sebanyak itu dengan warna yang unyu-unyu pula, kalau bukan untuk cinta dan semangat. Bisa ditebak bahagianya dua bocah setelah 6 gelangnya laku.

Ketika sore teman-teman kompleks nya datang untuk bermain, maka disuguhilah 2 kotak manik-manik yang bebas mereka bikin sendiri, gratis! Maka sore itu, teras rumah berubah menjadi tempat crafting para bocah-bocah cilik. Tetep yaaa yang heboh ya cewek-ceweknya, sementara anak laki sibuk lari-larian atau bermain lego.

Dari seuantai gelang yang awalnya mereka buat untuk iseng dipakai sendiri, lalu timbulah semangat dan asa untuk berbagi. Kita tidak bisa menebak dari mana anak-anak bisa belajar tentang banyak hal. Kita hanya perlu menyediakan banyak media untuk belajarnya, karena belajar adalah hak mereka dan memfasilitasinya adalah kewajiban kita.

Buku loakan, manik-manik sisa, kertas bekas, gunting, majalah usang, lem, kapur, atau hanya sekedar tempat yang nyaman untuk bertanya adalah fasilitas belajar yang tak ternilai harganya bagi mereka. Kami tak pernah keberatan mereka menghabiskan jajanan di rumah atau membuat halaman rumah jadi penuh coretan. Kami bahagia turut menjadi bagian dari coretan masa kecil mereka.

Dari seuntai gelang kami belajar tentang banyak hal, tentang semangat pantang menyerah dan tentang empati. Dari seuntai gelang untuk semangat belajar yang akan terus terbawa. Semoga!