Memanfaatkan Kardus Bekas

MEMANFAATKAN KARDUS BEKAS – Tumpukan Kardus bekas di depan kamar kerja saya sudah lama diincar bapak rombeng yang sering lewat depan rumah. “bu, kardusnya gak dijual?”  Buat saya kardus kadang lebih berharga dari uang beberapa rupiah. Bibi yang biasa membantu saya, suka geleng-geleng kepala ketika saya minta untuk tidak membuang kardus bekas susu anak-anak.

Bisa digunakan untuk apa saja sih?! Banyaaakk… Kalau saya lagi kurang kerjaan, maka berikut wujud kardus di tangan saya yang tak cukup terampil dengan hasil ala kadarnya.

Kotak Multifungsi

Ini terbuat dari kardus susu UHT bekal sekolah anak-anak. Saya gunakan untuk menyimpan alat jahit dan kertas Origami. Kebetulan dua bocah saya gemar sekali gunting-gunting kertas origami. Entah sudah berapa saja kertas origami yang masih mulus itu menjadi berkeping-keping di tangan duo Kira & Kara. Karena merasa sayang untuk dibuang begitu saja, suka saya kumpulkan. Lain waktu kertas-kertas tersebut bisa kita tempel-tempel menjadi bentuk apa saja dengan teknik kolase. Begitulah emak pelit macam saya memanfaatkan apa saja yang tersisa.

Rak Buku atau Rak Mainan

Rak tempat buku Kira dan Kara sudah tak lagi mampu menampung hasil lapar mata saya. Buku anak-anak bertumpuk di rumah kami. Hampir semuanya bukan buku mahal. Buku tersebut hasil hunting saya di rak-rak obral buku.  Isinya gak kalah kece kok. Jadilah saya harus memutar otak untuk membuat tempat-tempat baru untuk buku-buku tersebut. Membeli rak buku baru, duitnya kalah melulu sama genteng bocor di rumah. Haha… Jadilah ngalah dulu ya. Akhirnya Kardus Aqua, disulap menjadi rak buku ala-ala bunda Kira & Kara. Seperti inilah hasilnya. Bukan yang istimewa, namun Alhamdulillah, kini buku-buku tersebut tak lagi berantakan. Meski sudah mulai reyot karena dibikin sekitar 2 tahun yang lalu, namun masih bisa menampung buku-buku agar tidak berantakan.

Tempat Kertas

Selain bermain dengan kertas origami, Kira dan Kara juga gemar menggambar di kertas bekas yang baliknya masih kosong. Kertas bekas dari tempat saya kerja, sering saya bawa pulang. Kalau sudah mendapatkan itu, Mereka seperti ketemu harta karun. Bisa menghabiskan setumpuk dalam sekali waktu. Menggambar apa saja mengikuti imajinasinya. Karena itu, biar rapi saya bikin semacam tempat file untuk taruh kertas-kertas Kira dan Kara. Lumayanlah, mengurangi post dana belanja barang perintilan.

Tempat Mainan

Tempat mainan ini saya bikin dari kardus bekas susu atau bekas sereal. Kalau mau lebih kuat bisa juga bikin dari kardus bekas susu UHT. Untuk memudahkan Kira dan Kara mengambil mainannya, biasanya saya klasifikasikan berdasar jenis-jenis mainan. Balok dengan balok, barbie dengan barbie, ada masak-masakan, ada hewan-hewan, mobil-mobilan, dan segala macam. Kalau melihat di pinterest, klasifikasi mainan di tempatkan di kotak plastik bening. Berhubung budget saya mepet, tapi keinginan saya gak mau kepepet, jadilah bikin beginian. Meskipun tak jarang pada akhirnya mereka campur aduk juga. Tapi seru, bisa mengajarkan anak-anak untuk mengelompokkan mainannya sesuai kriteria.

Tempat Alat Tulis

Kebetulan di rumah selalu ada alat mewarnai dan alat tulis untuk Kira dan Kara. Spidol, pensil warna, Bolpoin itu sering sekali berantakan. 1 wadah pensil yang pernah saya beli di toko alat tulis tak lagi bisa menampung peralatan menggambar mereka. Mau beli lagi kok ya sayang uangnya. Akhirnya memanfaatkan tumpukan kardus bekas di rumah, saya bikin satu kotak khusus tempat alat-alat tulis. Alhamdulillah, sekarang jauh lebih tertata. Meskipun selalu ada saja yang tercecer, tapi tetap jauh lebih gampang mencari dan menempatkannya kembali jika ada tempat khusus tersebut.

Wadah Make Up

Mirip dengan wadah pensil, tempat make up ini juga dibuat untuk meminimalisir berantakannya kotak make up saya ditangan para bocah cilik tersebut. Maklum, mereka suka sok mau tahu dan ingin ikut-ikutan jika melihat saya sibuk di depan kaca. Sementara wadah make up lama saya sudah mulai rusak, akhirnya bikin lagi dari kardus yang menumpuk cantik di depan rumah. Dan beginilah hasilnya.

Semua wadah diatas bikinnya tidak pakai rumit. Hanya digunting sesuai besaran kotak yang diinginkan, dilem dan dilapisi kertas kado bekas, jadilah kotak-kotak yang lebih bermanfaat. Masih banyak lagi yang pernah saya buat dari kardus tapi tidak sempat diphoto. Rumah barbie, Mulut ikan untuk tempat lempar bola, Mobil-mobilan, aquarium, diorama, city view dan masih banyak lagi.

Nasib mainan-mainan tersebut kebanyakan sudah lapuk dan berakhir di bak sampah. Tapi membuatnya selalu terasa seru buat anak-anak, dan sekaligus untuk uji kesabaran buat saya. Maklum saya tipe yang kurang sabar dan gak telaten mengerjakan hal yang terlalu detail seperti crafting semacam ini. Entah sudah berapa kali saya membuat rumah Barbie, semuanya sudah rusak sebelum sempat di cat. Tanpa cat saja dua bocah sudah heboh bermainnya. Jadi sudahlah, lupakan urusan cat… Rumah barbie yang terakhir kami buat masih bertahan, awet, kadang masih suka dimainkan. Itupun juga masih belum di cat hingga kini. Padahal entah sudah berapa bulan sejak dibikin. Begitulah Emak macam saya yang mencoba untuk berkarya dan menjadi sok kreatif.

Dari mana saya mendapatkan ide memanfaatkan kardus bekas? Kebanyakan dari pinterest. Beberapa saya dapat dari instagram teman-teman yang memang asli dari sononya kreatif. Bukan sok kreatif macam saya. #TutupMukaMalu. Motivasi saya hanya untuk mencari kegiatan seru bareng para bocah. Saya ingin menunjukkan bahwa barang yang dianggap sampah sebenarnya masih bisa dimanfaatkan untuk banyak hal. Untuk pekerjaan yang susah seperti membuat pola, memotong kardus yang biasanya agak keras terkadang saya sendiri yang mengerjakan. Ketika tiba giliran menempel, mengoleskan lem, memilih kertas kado yang akan ditempel, mereka antusias bukan main.

Demikianlah kegiatan ibu yang sok kreatif dan kurang kerjaan. Kalau ada yang gak rapi, mohon dimaklumi yaa.. Tutup mata aja. Anggap saja ini prestasi luar biasa dari emak berdaster macam saya..

Selamat berkarya!

Mencari Pesona Tersembunyi

MENCARI PESONA TERSEMBUNYI – Siang itu seperti biasa aku kayuh sepedaku menjemput dua bocah kembarku pulang dari sekolah. Namun ketika sampai di depan pintu gerbang, Kara, salah satu bocah kembarku menanti dengan wajah masam. Sepertinya ia sedang kesal. Begitu melihatku turun dari sepeda, segera ia berlari dan memelukku sambil menumpahkan kekesalannya. Sejenak kupeluk dan kuredakan tangisnya, lalu aku minta ia segera naik ke sepeda. Sepanjang jalan Kara tersedu-sedu diatas boncengan.  Meski Kira berusaha menghibur, namun isaknya tak reda juga.

Sesampai di rumah, aku tanya dengan lebih detail apa yang dialaminya di sekolah. Rupanya ia habis diejek temannya. Punya badan lebih mungil dari yang lainnya, dan bertipe introvert, tak mudah bagi Kara berteman dengan semua anak. Ia akan memilih teman yang bisa membuatnya nyaman dan merasa diterima. Karena itu di tahun pertamanya sekolah, di saat belum banyak teman ia kenal, ia merasa sendiri dan mudah sekali tersinggung.

Apa yang dialami Kara hari itu, membawa ingatanku kembali ketika aku masih seusianya. Hal yang sama juga sering  aku alami. Punya badan paling kecil, berkulit dekil, rambut panjang berombak, membuatku terlihat seperti bocah cupu. Ditambah lagi baju yang jarang terseterika rapi, makin membuat penampilanku seperti anak yang tak terurus. Aku minder dan sering menjadi sasaran ejekan teman-teman yang lain. Namun aku tidak seperti Kara yang bisa dengan mudah mengadu dan menangis. Perjuangan ibuku saat itu jauh lebih berat sehingga tanpa sadar mendidikku untuk menyelesaikan masalahku sendiri.

If life gives you Strawberry, make it Strawberry Ice Cream

Masuk sekolah dasar beberapa kali aku mengalami hal serupa. Aku tak ingin terus menjadi bocah cupu. Aku ingin menjadi sesuatu. Diantara teman-temanku, boleh dibilang otakku lumayan encer. Ketika anak lain belum lancar membaca, Bapak sudah menjejaliku dengan Koran bungkus nasi untuk latihan membaca. Ketika teman-temanku masih sibuk mengeja “ini budi”, aku sudah lancar membaca cerpen di majalah anak-anak. Maka tak heran, selanjutnya nilai-nilai di raporku pun melesat meninggalkan teman-temanku. Aku mulai punya banyak teman. Aku lebih percaya diri. Meski masih selalu ada teman yang menggangguku, namun kini aku punya orang yang bisa membantuku.

Melihat ibuku yang tak pernah berhenti mengerjakan pekerjaan rumah, aku mulai belajar membantu. Sejak SD aku sudah membantu mencuci dan menyetrika baju ketiga adikku. Kami bukan dari keluarga berada. Uang sakuku selalu hanya cukup untuk membeli sarapan pagi. Namun karena keenceran otakku, aku langganan menerima beasiswa. Tak pupus orangtuaku membanggakan prestasiku. Sejak itu mereka bisa bekerja dengan lebih bersemangat.

Aku ceritakan pada Kara dan Kira apa yang aku alami di masa kecilku. Perjuanganku ketika itu jauh lebih berat.  Aku harus membantu ketiga adikku yang salah satunya berkebutuhan khusus dan belum bisa berjalan. Tapi aku tak menyerah pada mereka yang mencibirku. Aku mencari pesona yang terkubur dalam diriku. Dan aku mampu melesat menjadi cahaya bagi orang disekitarku. Aku punya sesuatu yang tak dimiliki teman-temanku. Karena aku ingat ketika itu guruku pernah berkata “Semua manusia tak ada yang sama”.

#MemesonaItu

Berapa banyak diantara kita yang masih bisa bersyukur di tengah banyak himpitan kesulitan? Selesai terima gaji mudah bagi banyak orang berucap Hamdalah atau Puji Tuhan. Tapi apakah masih bisa berucap kata yang sama ketika tiba-tiba amplop gaji raib dalam perjalanan pulang kantor? Bersyukur untuk semua rejeki yang kita dapat itu mudah. Namun bersyukur di antara banyak kesulitan yang kita temui itu tak semua orang bisa melakukannya.  Memesona itu ketika kita tetap dapat menari di bawah hujan atau di tengah terik matahari. Memesona itu ketika kita tetap dapat bersyukur dengan semua yang ada di depan mata.

Ibuku pernah berkata, menjadi pintar itu mudah. Namun menjadi orang yang mau mengerti itu tak semua bisa melakukannya. Mengerti bukan hanya sekedar paham tentang situasi. Namun mengerti juga tentang rasa syukur yang seharusnya terus bisa terucap dalam situasi apapun, karena kita mengerti bahwa Tuhan punya segala rencana di balik setiap kejadian. Dari sosok perempuan desa yang tak lulus sekolah dasar inilah aku belajar tentang menjadi sosok yang memesona. Sosok yang bisa tetap bersyukur dan bahagia di tengah himpitan keras hidupnya.

“Life is all about dancing in the rain”

Bukankah semua orang pasti mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya? Tuhan memberikan  rintangan dan ujian untuk kita lewati, semata untuk menempa diri kita menjadi sosok yang lebih baik, lebih kuat dan lebih tangguh. Semua mahluk hidup pasti memiliki kesulitan yang berbeda-beda. Bahkan seekor Rusa belajar untuk terus waspada agar tak menjadi mangsa empuk Singa. Seekor Kelinci dianugerahi kegesitan untuk ia dapat lolos dari ancaman predator. Demikian juga manusia. Tuhan menganugerahkan kita banyak hal untuk melewati kesulitan dan menjadi yang terbaik dari diri kita.

Namun, banyak diantara kita yang masih belum menyadari bahwa semua mahluk hidup dianugerahi kelebihannya masing-masing. Banyak orang lebih fokus pada penyesalan atas kemalangan yang menimpa dirinya, dibandingkan mencoba berpikir tentang hikmah dibaliknya. Hidup bukan hanya tentang keberhasilan melewati satu kemalangan atau kesulitan, tapi bagaimana kita bisa menikmati kesulitan-kesulitan tersebut sebagai sebuah proses untuk menempa diri. Kesulitan-kesulitan itulah yang membuat kita belajar mencari pesona yang tersembunyi. Bukankah sudah selayaknya kita bersyukur untuk hal itu?

Seperti diriku, Kira dan Kara pun berproses ditengah kesulitan yang mereka hadapi. Mereka mencari apa yang dimilikinya, dan apa yang menjadi potensi dalam dirinya. Hingga suatu hari aku mendapati senyumnya terkembang dan berucap kalau ia kini berteman dengan anak yang kemarin mengejeknya. Bagaimana bisa? Jadi suatu hari ia meminta membawa jatah kue untuk bekal sekolah lebih banyak dari biasanya. Ternyata kue-kue itu dibagikan ke beberapa temannya, termasuk teman yang mengejeknya. Ia belajar untuk tidak membeda-bedakan dan mengasihi semua. Dan dari sepotong kue itu, anak yang semula mengejeknya menjadi punya topik untuk dibicarakan bersama Kara. Dari obrolan itulah akhirnya mereka bisa berteman. Cerdas bukan?

#MemesonaItu

Itulah yang dimaksud dengan “menari dibawah hujan”. Menikmati setiap rintangan sebagai sebuah proses untuk menempa diri.. Mencari potensi apa yang ada di dalam diri kita untuk bisa terus melesat maju. Lalu bersyukur di tengah kesulitan dan belajar mencari hikmah dibaliknya. Maka ketika proses terlewati dengan sempurna, disanalah akan didapati sosok memesona. Sosok yang tetap bersinar dan menari di tengah hujan. Ia yang bersinar akan menjadi inspirasi bagi yang lain. Karenanya menjadi memesona itu seperti menjadi cahaya diantara jalan yang gelap.

Dari pelajaran hidup aku belajar, tampil memesona itu bukan dengan mengenakan pakaian berharga jutaan rupiah, atau memakai dandanan tebal. Tampil memesona itu dengan bersyukur dan menjadi cahaya bagi yang lain. Bentuk syukur atas pakaian yang kita miliki adalah dengan merawat dan memeliharanya. Bentuk syukur atas tubuh adalah dengan menjaga kesehatannya. Mau punya kulit hitam, coklat, putih, gelap atau terang kalau kusut dan dekil tentu tidak akan memesona. Karena itu rawatlah apapun yang kamu sebagai bentuk rasa syukurmu pada Tuhan Sang Maha Pencipta. Lalu jadilah cahaya dan bermanfaat bagi yang lain. Dengan semua itu, kamu dapat tampil memesona!

Artikel ini ditulis untuk diikutkan dalam lomba #MemesonaItu

Balada Kedatangan Seorang Sahabat

BALADA KEDATANGAN SEORANG SAHABAT – Manusia satu ini memang super ngehe’. Ditengah jadwal padat merayap bulan april, masih cari gara-gara ngajakin nulis bareng. Hutang tulisan arisan link saja belum kubayar lunas. Berani-beraninya dia ngajakin nulis soal kegiatan kurang kerjaannya kemarin. Idiiih… Nahjong banget kan? (Nahjong kie opo tho janjane?)

Jadi kemarin tiba-tiba aku dapat kabar dari mbak Nurul kalau emak satu ini mau datang ke Surabaya. Reaksiku? Ngamuk! Aku maki-maki dia di whatsapp. Setiap hari kerjaan dia ngerecokin di whatsapp dan tiba-tiba mau datang ke Surabaya tanpa kasih kabar sama sekali itu kan namanya ngajak perang. Bukannya sedih dia malah ngakak. Katanya tadinya mau bikin surprise. Guooombal mukiyo kan?

Setelah ngobrol gak jelas di whatsapp, akhirnya disepakati dia akan berangkat bareng kakaknya (ngakunya sih kakaknya. Entah mana yang benar). Dan KATANYA mereka akan menginap di rumah. Happy dong. Secara biasanya cuma bisa diledekin di whatsapp, kali ini bisa diledekin sampai puas dan orangnya di depan mata. Beberapa hari sebelum hari H sudah membayangkan mau ngobrolin apa aja, makan apa aja. Pokoknya dia tinggal bawa badan dan baju aja. Karena bajuku gak muat buat badannya, jadi gak mungkin aku bilang nyuruh dia bawa badan doang. Masa mau dipinjemin sprei?

Ternyata semua tak seindah khayalan. Dia memang datang, tapi gak jadi menginap. Huh! Sombong amat gak mau tidur di rumah. Maksa naik mobil pulang pergi Delanggu – Surabaya dalam sehari. Ya sudahlah mau bilang apa. Itu rencana dia, badan dia. Terbukti kan? Sekarang dia kena Lower Back Pain. Kasihan.. Cuma bisa pose Savasana. Tapi ya dia cari gara-gara sendiri. Sok rock and roll banget sih!

Hari H pun tiba! Berangkatlah kami dengan riang di sebuah event di mall. Setelah melalui perjuangan panjang akhirnya bisa daftar di event ini. Dan ketemu sama Kakak Cindy yang dinanti-nanti. Aseeekkk… *peluk sampai kurus* Tapi ternyata kami gak bisa puas ngobrol, karena aku harus berlompatan dari satu tempat ke tempat yang lain ngikutin bocah cilik yang antusias mencoba permainan satu demi satu. Ya kali ini musti ngalah lah… Karena  bocah cilik ini yang jadi model photo, jadi ya memang harus ikut moodnya. Kalau moodnya berantakan, bisa celaka dua belas, gak dapat photo buat artikel laporan, dan musti sibuk menenangkan anak yang marah. Gawat tho?

Nah, 30 menit sebelum acara dimulai, mbak Nurul berbaik hati mengingatkan untuk makan dulu. Daripada nanti bocah rewel karena lapar kan? Akhirnya kaburlah aku ke resto terdekat. Aku tahu kalau bakal ada yang nyariin, tapi biarin aja lah. Karena baterai tiris, dan powerbankku dia bawa, jadi sengaja aku matikan paket datanya. Harapannya kalau paket data mati, baterai bisa lebih hemat, jadi bisa buat motret selama acara berlangsung. Urusan tweet dan segala macam nanti sampai rumah bisa dikejar. Pasrah aja lah.

Ternyata beneran, setelah capek antri di resto, eh ada yang nyusulin. Untuk mempersingkat waktu karena sebentar lagi acara akan dimulai, maka aku tawarin untuk membelikan pesanan dia sekalian. Menerima list pesanannya aku kaget. Pesanannya banyaaaakkk.. Pantesan dia makin mirip burger. Dari yang rencana awalnya hanya akan dibungkus untuk dibawa ke tempat acara, akhirnya aku biarkan para bocah makan dulu sampai kenyang. Sambil ngobrol dan selfie setitik. Setelah selesai makan, langsung kabur ke tempat acara. Gak pakai lama!

Akhirnya dia tahu kalau aku gak jauh beda sama bola bekel, kecil dan lompat kesana kemari. Gercep! Gerak Cepat! Gak suka saling menunggu, karena waktu tidak berjalan mundur. Kebiasaan perempuan adalah saling menunggu, dari yang rencananya berangkat jam 7, masih nunggu si anu yang anaknya masih tidur, atau si itu belum datang karena pensil alisnya tiba-tiba patah, akhirnya baru berangkat jam 10. Iya kan? Iya tho? Nah, apalagi untuk tugas yang sudah menjadi komitmen, begini. Buat aku, selesaikan tugas, kerjakan sesuai kesepakatan, setelahnya marilah kita duduk santai dan bercanda.

Di lokasi acara pun begitu. Aku lihat semua kursi sudah terisi penuh. Namun ada beberapa kursi yang sebenarnya masih kosong, tapi posisinya ditengah, dan biasanya hanya untuk tempat tas. Duh please deh ya! Lain kali kalau datang ke acara dan kamu lihat tempat acara ramai, kursi yang disediakan terbatas, mbok ya mawas diri, tasnya dipangku atau ditaruh bawah aja yaa.. Kasihan teman-teman yang masih berdiri. Aku yakin tasnya gak bakalan protes karena capek kok! So please, be human!

Keuntungan punya badan kecil adalah kamu bisa menyelinap kesana kemari membawa dua bocah hingga sampai di deretan depan panggung. Alhamdulillah yaa.. Sebenarnya gak terlalu konsen sama acara karena celingak-celinguk mencari mahluk satu yang ketinggalan di belakang. Karena kebetulan sebelah kursiku hanya berisi tas ransel seorang mas, maka bermaksud memintanya untuk dia atau teman yang lain. Tapi celingak-celinguk ke belakang gak melihat muka-muka familiar, akhirnya saya menyerah. Mungkin mataku sedang siwer. Baterai HPku pun juga menyerah kalah, tewas tak bersisa dihajar sinyal yang tak bersahabat.

Setelah naik panggung aku lihat sosoknya berdiri di tengah ibu-ibu di luar area acara. Duuuh… kacian aneet… Selesai acara masih harus menuntaskan tugas mengelilingi area permainan. Baiklan dadabubye dulu, sebelum bocah badmood. Karena baterai habis, pasrah ajalah kalau memang nanti gak ketemu lagi. Sekilas aku lihat dia cekcok dengan satpam. Entah apa yang diributkan. Mungkin dia sedang lelah.

Tapi yang namanya jodoh itu gak akan lari kemana yaa.. Tiba-tiba dia kasih kabar kalau Kak Emma dapat tempat nyaman buat ngobrol. Cuusss.. meluncuuurrr..  ke Mokko Café. Sampai di cafe, nitip bocah buat ditinggal ke ATM dulu. Karena ternyata selain baterai tiris, isi dompet pun juga ikut tiris. Duuuh emaakk..! *tutup muka malu* Kebiasaan gak suka bawa cash banyak. Balik dari ATM bocahku sudah pegang donat. Ooooh… sweet bangeet siiih..

 

Ternyata the boys dan the girls sudah heboh lari-larian, padahal baru ketemuan, ternyata langsung nyambung dan klik. Sehati banget sih sama kayak para emaknya. Dan mereka sama-sama belum puas main dan ngajak ke playland lagi. Tapiii playland yang diminta itu gak oke banget deh.. Berbahaya untuk isi dompet. Jadi aku ajaklah mereka ke playland lantai bawah yang jauh dari kebisingan. Sampai di bawah ternyata dia malah kabur. Dasar! Mana badan capek dan ngantuk, jadilah sama Kak Emma nungguin sambil bengong berdua. Gak ada cemilan pula. Rasanya pengen gegoleran deh!

Usut punya usut, badan kuyu dan lunglai bukan tanpa alasan. Ternyata jam sudah menunjukkan pukul 18.30 wib. Apppaaaah? Jadi aku ngemall dari pagi sampai malam. Rekor! Semua gara-gara dia! Power bank sudah kembali ke tangan. Bukan ucapan terima kasih yang kuterima malah protes yang kudapat. Ngehe kan? Setelah baterai sedikit terisi, cek whatsapp, ternyata bapaknya anak-anak nyariin. Setelah kasih kabar ke si bapak,  para bocah Delanggu pamit pulang. Lalu aku mendapati dua bocahku ngamuk karena katanya kenapa Herbie & Wilson pulangnya cepat. Bahkan mereka bilang “apa mereka tidak suka main sama aku?”. Oalah nduk.. sadarilah, emakmu baterainya sudah lowbat. Jadi mari kita segera pulang, recharge energi biar mood emakmu ini kembali bagus. Mbok ya jangan ngajak perang dengan merengek. Ini sudah ditahan-tahan dari tadi kangennya sama guling dan bantal.

Singkat kata, akhirnya sukses order go car beberapa detik sebelum HP kembali tewas. Alhamdulillah pulang dengan selamat sampai di rumah. Aku bahagia ketemu bantal dan guling. Sampai di rumah, urusan bocah serahkan pada ayah! Nighty Night…!! Wahai para mahluk Delanggu, terima kasih sudah menerima segala kegokilan hari itu. Terima kasih untuk gak pernah marah ketika bakat isengku kambuh setiap hari. Soon we will meet again, again, and again, and again…

Disclaimer: Semua Foto milik Cindy Vania

Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

MENYIAPKAN DANA PENDIDIKAN ANAK – Sebentar lagi tahun ajaran baru. Apakah para ayah, bunda, mama, papa ada yang anaknya mau masuk sekolah? Sudah survey biaya-biaya sekolah belum? Yang merasa kalau sekolah sekarang mahalnya minta ampun coba angkat tangan! Saya juga mau ikut angkat tangan. Beneran deh, melihat deretan angka di kertas brosur sekolah itu bikin saya mendadak sakit kepala. Dengan dua bocah kembar yang mau masuk SD bersamaan itu cukup membuat kami sesak napas juga. Beruntunglah sesak napasnya gak sampai akut. Karena jauh-jauh hari saya sudah menyiapkan diri untuk momen-momen seperti ini.

Lantas apa saja yang harus diperhitungkan dalam menyiapkan dana pendidikan anak?

Continue reading Menyiapkan Dana Pendidikan Anak