Tekan Polusi, Muda-Mudi Bumi Stop Kebiasaan Buruk Ini Saat Camping
Tekan Polusi, Muda-Mudi Bumi Stop Kebiasaan Buruk Ini Saat Camping
“Bund, ulang tahunku kali ini kita camping ke mana?” pertanyaan ini selalu menghampiri setiap mendekati hari ulang tahun dua bocah kembar kami. Camping saat si kembar ulang tahun sudah menjadi agenda tahunan kami sebagai ganti hadiah dua bocah yang mulai beranjak remaja. Mereka tidak lagi butuh mainan-mainan lucu. Mereka sudah memiliki daftar buku bacaan yang dibeli dengan uang saku dan tidak lagi menarik sebagai hadiah ulang tahun. Maka sebagai gantinya kami berjanji untuk mengajak mereka camping di tempat-tempat berbeda.
Camping yang sebenar-benarnya, kata mereka. Bukan sekedar camping di belakang rumah, atau camping di tempat wisata yang ramai manusia. Camping di tengah hutan yang masih banyak suara burung dan suara alam menjadi impian mereka. Kami pun berhasil mewujudkan permintaan mereka hingga kemudian badai pandemi datang dan membuat kami shock dengan kebiasaan baru.
Tren Baru Gaya Liburan Ala Pandemi
Harus diakui, pandemi banyak membawa perubahan kebiasaan baru. Bukan hanya dalam hal kesehatan dan kebersihan, tetapi juga dalam tren gaya liburan dan hobi. Orang-orang yang dulunya tidak mengenal tanaman, tiba-tiba memenuhi halaman rumahnya dengan berbagai macam tanaman hijau.
Begitupun dengan gaya liburan. Jika sebelumnya banyak yang menghabiskan akhir pekan dengan nonton bioskop atau jalan-jalan ke mall, untuk menghindari kerumunan di tempat tertutup, maka akhirnya banyak yang menghabiskan waktu dengan menjelajah alam. Taman kota, pantai, hutan wisata, desa wisata maupun pilihan-pilihan liburan di alam lainnya.
Kami adalah salah satu dari sekian banyak orang yang memilih liburan dengan camping di hutan bersama anak-anak. Hutan menjadi tempat kami “melarikan diri” demi mencari udara segar, jauh dari berbagai macam polusi tanpa risau harus menjaga jarak. Hutan tentu biasanya bukan tempat yang ramai penuh sesak seperti di mall atau bioskop.
Selain itu camping di hutan bisa menjadi sarana edukasi anak-anak untuk lebih dekat dengan alam. Mengajak mereka mendengarkan langsung indah dan damainya suara alam, tentu akan dapat menumbuhkan rasa cinta di hati. Setelah tumbuh rasa cinta di hati, harapannya anak-anak akan dapat menjaga dan merawat hutan, sebagaimana kami menjaganya untuk mereka.
Pengalaman Buruk Ketika Camping Di Hutan
Terkadang kenyataan tak seindah impian. Terkadang harapan harus terjun bebas menapak pada kenyataan. Acara camping bersama kami yang terakhir harus buyar demi mendapati kenyataan betapa buruknya kebiasaan anak-anak muda saat camping di hutan.
Muda-mudi Bumi yang seharusnya menjadi garda utama penjaga hutan, malah merusak hutan dengan membawa berbagai macam polusi kota masuk ke hutan. Tak sekedar hutan, bahkan habitat di dalamnya pun turut terganggu dengan kebiasaan buruk yang membuat hati miris.
Begitu kami tiba di lokasi area berkemah, kami mendapati sampah yang dionggokkan begitu saja di beberapa tempat. Para pengunjung yang berkemah rupanya tidak membawa sampah mereka turun ketika keluar lokasi kemah. Ini sangat menyedihkan, di antara rindangnya hijau pepohonan kami mendapati polusi yang dapat mencemari tanah. Akhirnya demi kenyamanan hati dan mata, saya mengajak anak-anak untuk membersihkan area kemah sebelum mendirikan tenda.
Ketika malam mulai menjelang, ternyata keadaan semakin tidak menyenangkan. Semakin malam, semakin banyak muda-mudi yang berbondong-bondong membawa tenda-tenda kecil sehingga lokasi kemah benar-benar penuh sesak oleh tenda. Bahkan ada beberapa kelompok tenda yang membawa genset beserta lampu kelap-kelip dan sound system besar. Lengkap sudah polusi yang kami dapati hari itu, polusi suara, polusi cahaya dan polusi udara masuk ke wilayah hutan yang semestinya tenang dan sejuk.
Tak sekedar membuat hutan menjadi terang benderang oleh polusi cahaya, dan bising oleh suara genset, sekelompok muda-mudi ini juga berkaraoke dengan suara menggelegar hingga pukul 03.00 dini hari membuat polusi suara di tengah hutan. Jika biasanya malam hari saat berkemah kami bisa mendengar berbagai suara binatang, maka malam itu kami seperti tinggal di kampung yang sedang mengadakan acara hajatan semalam suntuk.
Polusi Dapat Menyebabkan Perubahan Iklim
Pernah mendengar efek rumah kaca? Jika masih susah mengerti, bisakah kalian membayangkan jika seluruh rumah terbuat dari kaca, apa yang terjadi? Hooo panas tentu saja. Bahkan rasa panas itu awet berada di dalam rumah karena kaca menjaga suhu panas di dalam tetap terjaga. Sama seperti termos yang lapisan dalamnya terbuat dari kaca. Jika air di dalam termos saja awet panasnya, bagaimana jika itu rumah? Sekarang bayangkan lebih besar lagi, bagaimana jika itu bumi?
Nah lantas bagaimana jika suhu di bumi serupa air di dalam termos? Terus menerus panas tak peduli siang maupun malam. Tentu saja kekeringan di mana-mana. Jika kekeringan melanda, siklus air tentu terganggu. Hujan tidak akan turun, tabungan gunung es di Antartika akan mencair. Bencana di mana-mana. Jika hal tersebut terjadi terus menerus, perubahan musim tentu semakin tidak karuan. Saat itulah perubahan iklim terjadi.
apa sih yang bisa membuat suhu di bumi bisa seperti suhu air panas dalam termos? Polusi adalah salah satunya. Polusi udara dari berbagai macam kendaraan, pabrik, limbah rumah tangga, alat-alat elektronik dan sejenisnya yang semua melepaskan panas dan karbon menjadi penyumbang besar dalam peningkatan suhu di bumi.
Polusi air, misalnya dari kebiasaan membuang sampah ke sungai dapat menyebabkan menurunnya kualitas air. Ini membuat keberlangsungan makhluk hidup yang sebagian besar bergantung pada air. Pun demikian polusi tanah yang membuat unsur hara terganggu dan mengurangi tingkat kesuburan tanah. Padahal tanah adalah salah satu komponen utama yang dibutuhkan oleh hutan untuk menjaga suhu bumi stabil.
Polusi cahaya dan polusi suara dapat mengganggu makhluk hidup nokturnal yang membutuhkan kegelapan malam sebagai bagian dari aktivitasnya. Bisa dibayangkan jika seluruh bumi terselimuti oleh polusi-polusi tersebut? Seluruh selimut polusi membuat bumi semakin panas dan menyebabkan perubahan iklim.
Apa yang terjadi jika polusi yang dibawa oleh muda-mudi tak bertanggung jawab masuk ke dalam hutan? Padahal hutan memiliki manfaat sangat penting dalam menjaga keseimbangan suhu bumi agar terhindar dari perubahan iklim. Bukannya menjaga, mereka justru membuat hutan masuk ke dalam #SelimutPolusi.
Sepenting itukah hutan dalam menjaga bumi dari perubahan iklim?
Manfaat Hutan Bagi Bumi Dan Pengaruhnya Terhadap Perubahan Iklim
Tahukah kalian bahwa sebenarnya hutan bukan sekedar memiliki manfaat ekonomi namun juga memiliki pengaruh besar terhadap perubahan iklim di bumi. Hutan memiliki manfaat ekonomi tentu semua orang sudah paham. Banyak yang memanfaatkan kayu dan berbagai jenis tanaman di dalamnya untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia.
Manfaat hutan terhadap kondisi lingkungan tentu sudah dipelajari sejak kita duduk di sekolah dasar. Hutan sebagai tempat untuk menyimpan cadangan air tanah, menjaga kesuburan tanah, menahan dari berbagai bencana seperti banjir dan longsor, hingga pelestarian berbagai macam hayati, itu sudah banyak yang paham.
Hutan sebagai paru-paru bumi adalah hal mutlak yang kita semua tahu. Bayangkan jika satu pohon rata-rata bisa menghasilkan kurang lebih 130 kg oksigen per tahun, berapa banyak oksigen yang dihasilkan oleh seluruh pohon di hutan? Terbukti hutan menyumbang lebih dari 28% oksigen di bumi.
Namun selain itu, ternyata hutan juga menjadi salah satu komponen yang turut menjaga iklim di bumi tetap stabil lho. Daratan yang terdapat luasan hutan, terbukti memiliki suhu lebih rendah dibandingkan tempat lain. Ini karena hutan memiliki peran penting dalam penyerapan kadar karbon. Layaknya spon, hutan menjaga lingkungan sekitar tetap sejuk dan lembab.
Efek pendinginan yang disebabkan oleh penyerapan karbon, pelepasan kadar oksigen dan zat-zat lain yang dihasilkan oleh kayu pohon inilah yang membuat hutan mampu menjaga suhu di bumi tetap stabil dan terhindarkan dari efek rumah kaca. Bisa dibayangkan jika hutan semakin habis, kadar karbon semakin tinggi, maka suhu di bumi makin meningkat. Lantas apa yang terjadi pada lapisan ozon kita? Iklim akan berubah ketika lapisan ozon makin menipis.
Menjaga Hutan Bukan Hanya Sekedar Menjaga Pohonnya
Menjaga hutan adalah menjaga seluruh kesatuan ekosistem di dalamnya. Menjaga hutan bukan sekedar menjaga pohon-pohon di dalamnya saja. Menjaga hutan berarti juga menjaga seluruh makhluk hidup yang bernaung di dalamnya. Ini karena hutan tidak berdiri sendiri sebagai sekumpulan pohon tapi hutan adalah satu kesatuan ekosistem.
Pohon di hutan membutuhkan peran makhluk lain di dalamnya untuk bertahan hidup lebih lama. Hutan membutuhkan mikroorganisme untuk membantu mengurai daun-daun dan ranting-ranting yang jatuh ke tanah menjadi kompos. Hutan membutuhkan berbagai jenis serangga seperti kumbang, lebah maupun kupu-kupu untuk membantu proses penyerbukan.
Tak berhenti sampai di situ, hutan juga membutuhkan bermacam-macam hewan lainnya untuk menjaga keseimbangan rantai makanan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Ketika satu jenis saja hewan di dalam hutan punah, keseimbangan rantai makanan terganggu, maka ekosistem pun turut terganggu. Jika ekosistem terganggu, maka keberlangsungan hutan tak akan bisa terjaga lebih lama.
Karena itu betapa zalimnya kita yang membawa segala kebisingan wilayah urban dan kota ke tengah hutan, mengganggu ketenangan dan keberlangsungan seluruh makhluk di dalamnya. Jangan egois!
Toleransi dan tenggang rasa itu bukan hanya berlaku antar sesama manusia, tetap juga kepada makhluk hidup lainnya. Kumbang, lebah, kupu-kupu dan seluruh penghuni hutan juga membutuhkan waktu istirahat. Ketika terganggu dan bising oleh ulah manusia yang mengatasnamakan “healing” dan “refreshing”, mereka pun bisa stres.
Andai Ku Jadi Raja, Eh, Andai Aku Punya Kuasa
Andai ku jadi radja, punya uang, punya harta
Dan yang pasti aku juga akan punya kuasa
Itu sepenggal lirik lagu /RIF yang kami dengarkan dan membuat kami berangan-angan sejenak dari dalam tenda, di tengah rasa lelah jiwa. Iya, ya andai punya kuasa, apa sih yang bisa kita lakukan untuk membantu menjaga hutan dan memperbaiki apa yang ada sekarang, demi menjaga bumi dari selimut polusi?
Salah satu hal yang akan aku lakukan untuk menjaga bumi dari perubahan iklim, jika aku punya kuasa adalah aku akan menjadikan hutan utamanya yang berstatus wana wisata sebagai sarana pendidikan wajib untuk seluruh jenjang pendidikan di Indonesia. Edukasi menjaga bumi dari perubahan iklim tidak cukup hanya dengan mata pelajaran tertulis dari buku saja, namun butuh aksi nyata dan pembelajaran berkelanjutan.
Hasil pengandaian ini setidaknya siapa tahu bisa menjadi bahan masukan dan pertimbangan berbagai pihak yang sekarang memiliki kuasa. Bentuk penjagaan wana wisata ini tak sekedar dijaga oleh para penjaga hutan, tapi membutuhkan kebijakan nyata. Ini dilakukan bukan demi siapa-siapa, tapi #UntukmuBumiku. Berikut bentuk kebijakan untuk menjaga wana wisata sebagai bagian dari kurikulum wajib di Indonesia.
1. Membatasi penggunaan sound system, genset dan sejenisnya di lokasi wana wisata.
Pada dasarnya, keberadaan wana wisata sebagai gerbang awal mengenalkan persahabatan manusia dengan hutan adalah hal yang sangat bagus. Namun semestinya, persahabatan tersebut tidak dicederai dengan hal-hal yang mungkin sengaja atau tidak sengaja dilakukan manusia yang justru merusak habitat dan ekosistem hutan itu sendiri. Karena itu kebijakan pembatasan penggunaan benda-benda seperti sound system dan genset wajib dilakukan.
2. Membangun sarana transportasi yang mumpuni ke wilayah-wilayah wana wisata
Akses yang mumpuni ke wana wisata tersebut dapat mempermudah lebih banyak muda-mudi dan pelajar untuk berkunjung, berkenalan dan bersahabat dengan hutan beserta seluruh ekosistem di dalamnya. Sarana transportasi yang mumpuni juga membantu mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari kendaraan pribadi yang berkunjung ke wana wisata. Saat tragedi kacaunya acara kemah kami tersebut, lokasi parkiran wana wisata sudah serupa lokasi parkiran motor dan mobil di mall. Seluruh lapangan dan ratusan meter berderet motor dan mobil yang diparkir. Ini masih akses transportasi di wana wisata di pulau Jawa. Bisa dibayangkan susahnya akses wana wisata di luar pulau jawa?
3. Menjadikan acara berkemah di hutan sebagai sarana pengenalan manfaat dan fungsi hutan dalam menjaga bumi terhadap perubahan iklim sebagai salah satu agenda wajib tahunan pelajar sekolah di semua jenjang pendidikan
Menanamkan rasa cinta terhadap hutan tak cukup hanya sekadar dari nasehat semata. Butuh berkenalan langsung, butuh bertemu langsung dan “bercakap-cakap” langsung. Pun demikian antara manusia dengan hutan. Para pelajar mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas harus dikenalkan dan diajak “berbincang” dengan hutan dan seluruh penghuninya.
Tak sekedar berkemah tanpa tujuan, namun berkemah dengan berbagai agenda untuk mengenal dan berbincang dengan hutan. Biarkan mereka memiliki pengalaman mendengarkan suara alam di malam hari, mendengarkan suara bisingnya kumbang di tengah gemericiknya air dan sayup-sayup hembusan angin. Semua butuh berkenal langsung, karena itu menjadikan acara berkemah sebagai agenda wajib dalam kurikulum bisa menjadi sarananya. Tentu saja lokasi dan jenis kegiatan bisa disesuaikan dengan jenjang sekolah dan usia anak.
Menjaga bumi dari dampak buruk perubahan iklim tidak bisa dilakukan dalam sekejap mata. Ini butuh kerjasama dan kolaborasi banyak pihak. Pun butuh dilakukan dimulai dari hal terkecil dengan menjaga keberlangsungan hutan dan seluruh ekosistem. Sementara itu penanaman rasa cinta kepada hutan tidak cukup diberikan hanya dari kampanye-kampanye lingkungan hidup dan perubahan iklim yang berlangsung hitungan hari atau bulan, tapi butuh penanaman terus menerus, penjagaan berkelanjutan. Karena itulah, sudah selayaknya pemerintah mengubah kurikulum cinta lingkungan tak sekedar bagian dari mata pelajaran di buku, namun juga diikuti aksi langsung, turun dan berkenalan dengan hutan.
Untuk kalian yang kini memakai mahkota bertatahkan tulisan #MudaMudiBumi di kepala, mari buka mata! Lihat sekitar kalian lebih dekat! Jika kalian beramai-ramai meninggalkan kesibukan mata kuliah dan pelajaran sekolah sejenak lalu lari ke hutan, ada baiknya kalian dengarkan baik-baik suara alam. Yuk jaga, jangan menyelimutinya dengan berbagai macam polusi. Amati! Mari mendengar dan melihat lebih dekat! It’s time to #TeamUpForImpact
No Comments :