Sekolah Inklusi Demi Pendidikan Setara Untuk Anak Disabilitas dan OYPMK
Sekolah Inklusi Demi Pendidikan Setara Untuk Anak Disabilitas
Kusta bukan hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Dampak yang ditimbulkan pada anak-anak sama dengan yang terjadi pada orang dewasa. Jika diskriminasi terjadi pada OYPMK (orang yang pernah menderita kusta) usia dewasa, pun demikian yang terjadi pada anak-anak. Para bocah penderita kusta dan mengalami disabilitas ini pun tak lepas dari diskriminasi.
Sama halnya yang terjadi pada orang dewasa, kusta pada anak-anak pun mengalami peningkatan sebesar 9,14%. Angka yang masih lumayan tinggi dan di atas target pemerintah. Namun begitu, semua pihak bekerjasama untuk menekan dan menurunkan angka tersebut. Seperti yang dilakukan oleh NLR dan Yayasan Kita Juga (SANKITA).
Ruang Publik KBR bersama NLR menghadirkan Anselmus Gabies Kartono dari Yayasan Kita Juga, Frans Patut Kepala sekolah SDN Rangga Watu, Manggarai Barat dan Ignas Charlie, penyandang disabilitas kelas 5 sekolah dasar. Dalam talkshow tersebut, Ignas bersama kepala sekolah dan Yayasan Kita Juga membahas tentang diskriminasi yang terjadi dan cara mengatasinya.

Bapak Frans Patut menjelaskan bahwa SD Negeri Rangga Watu telah menjadi sekolah inklusi terhitung sejak tahun 2017. Saat ini di sekolah tersebut ada 7 anak penyandang disabilitas, termasuk Ignas Charlie sebagai penyandang OYPMK. Sebagai kepala sekolah, tidak sedikit kendala yang dialami dalam perjalanannya menyelenggarakan pendidikan inklusi. Kendala yang terjadi mulai dari penerimaan warga sekolah, anak-anak didik, orang tua wali murid, hingga warga sekitar.
Bapak Anselmus mengatakan penolakan atau pandangan curiga masih jamak dialami penyandang kusta, termasuk anak-anak. Padahal penyandang kusta yang telah mengkonsumsi obat Rifampisin sesuai dosis yang yang telah diberikan maka tidak akan menularkan penyakitnya. Penyakit kusta hanya akan menular jika mengalami kontak langsung secara terus menerus selama 20 jam berturut-turut selama minimal satu minggu tanpa proses pengobatan.
Jika kurang dari jangka waktu tersebut, maka masih terbilang aman. Ditambah lagi jika penderita kusta mengkonsumsi obat secara rutin, maka tidak akan menularkan penyakitnya. Literasi seperti ini yang masih belum tersampaikan secara benar ke masyarakat. Edukasi seperti ini wajarnya diberikan di lingkungan yang rentan dan banyak penderita kusta. Hal ini untuk mengurangi angka diskriminasi dan kesenjangan pada penderita kusta.
Kendala lain yang dialami para tenaga pendidik adalah kurangnya kemampuan tenaga didik menangani anak berkebutuhan khusus. Mengutip ucapan yang disampaikan Bapak Anselmus bahwa “Guru reguler dengan basic PGSDN tidak memiliki kemampuan menangani anak berkebutuhan khusus. Karena itu SANKITA memberikan pelatihan dan asesmen bagi tenaga didik tersebut agar memiliki kemampuan menangani anak-anak berkebutuhan khusus”

Asesmen seperti ini yang belum banyak diberikan di wilayah-wilayah lain, sehingga pemenuhan hak pendidikan anak menjadi terganggu. Masih banyak anak-anak penyandang kusta yang seharusnya masuk usia sekolah, tidak mendapatkan haknya dikarenakan kurangnya pengetahuan orang tua dan minimnya sekolah yang memberikan fasilitas untuk anak penyandang kusta.
Ignas beruntung tinggal di dekat sekolah yang dapat menyelenggarakan pendidikan inklusi. Ignas sempat mengalami perundungan dan diskriminasi. Namun tidak berlangsung lama. Sankita bersama SDN Rangga Watu berhasil merangkul Ignas dan memberikan hak pendidikannya serta menyediakan lingkungan yang mumpuni untuk tumbuh dan bergaul bersama kawan-kawan sebayanya.
Ignas bercerita kalau bapak ibu guru memperlakukannya sama seperti teman-temannya yang lain. Ignas tidak lagi mengalami diskriminasi dalam memperoleh pendidikan. Ignas dapat berteman dengan kawan sebayanya, tanpa merisaukan perundungan lagi. Bahkan Ignas mengatakan ia hanya malas sekolah ketika cuaca dingin dan memancing gelak tawa narasumber lainnya. Sungguh pernyataan yang polos anak-anak ya… Semoga Ignas bisa mendapatkan kesempatan yang sama besar untuk meraih cita-citanya ya!
Apa yang dialami oleh Ignas belum tentu sama dengan yang dialami anak-anak lain yang sama-sama menderita kusta dan disabilitas. Semoga kesempatan pendidikan yang setara yang diperoleh Ignas bisa juga diperoleh anak-anak lain. Semangat terus ya, Ignas dan Bapak, Ibu guru!
No Comments :