Menjawab Pertanyaan Anak Tentang Kehamilan

Memiliki anak yang kritis dan berani bertanya itu memang harus banyak-banyak disyukuri. Meskipun kami sering sekali kena skak mat lewat pertanyaan-pertanyaan dua bocah kunyil. Terkadang pertanyaan mereka di luar dugaan. Tak jarang mereka tidak terima hanya dengan jawaban datar atau menggantung. Kalau diburu rasa penasaran, mereka akan terus mengejar dengan pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang sering bikin kami pijit kening.

Seperti beberapa hari yang lalu duo kunyil pulang sekolah tiba-tiba bertanya “Bunda, kata si C kalau nanti sudah umur 10, kita tidak boleh berteman sama anak laki-laki. Si C bilang kalau kita berteman sama anak laki-laki nanti bisa bikin hamil.”

Sontak saya kaget sekaligus ingin tertawa mendengar pertanyaan itu. Tapi sebisa mungkin saya tahan dan tetap menunjukkan wajah biasa seolah itu adalah pertanyaan yang wajar. Tujuannya agar mereka tidak merasa malu atau takut untuk terus bertanya lagi. Maka pelan-pelan pun saya jelaskan kepada mereka bahwa perempuan bisa hamil itu melalui proses bertemunya sel sperma milik laki-laki dengan sel telur milik perempuan.

Seperti bunga sebelum menjadi buah, maka harus melalui penyerbukan, di mana benang sari bertemu putik yang dibantu oleh angin atau serangga. Sampai di sini duo kunyil paham dengan proses penyerbukan yang harus dilalui sebelum menjadi buah. Kami sudah pernah membahas hal tersebut ketika mereka berusia 6 tahun.

Duo kunyil juga paham kalau laki-laki memilki sel sperma dan perempuan memiliki sel telur. Bunda haid setiap bulan untuk mengeluarkan sel telur yang tidak dibuahi pun mereka juga sudah pernah belajar sebelumnya. Kami mengajarkan tentang hal tersebut ketika mereka bertanya kenapa bunda tidak sholat. Saya jelaskan tentang apa itu haid dan bagaimana siklus haid setiap bulan bisa terjadi pada perempuan.

Ketika menjelaskan proses haid dan memperkenalkan tentang sel sperma dan sel telur, mereka tidak bertanya lebih lanjut. Pada saat itu mungkin pertanyaan mereka sudah cukup terjawab. Namun tanpa diduga, sore itu mereka mengajukan pertanyaan lanjutan yang bikin jantung saya berdebar. Tiba-tiba mereka bertanya “bagaimana sel sperma laki-laki bisa bertemu dengan sel telur perempuan, Bunda? Tidak mungkin dibantu angin atau serangga seperti penyerbukan kan ya? Tidak mungkin juga hanya dengan ngobrol seperti kata si A ya, Bund?”

Dengan beralasan sambil menata baju saya sedikit mengulur waktu untuk mencari kata-kata yang mudah dimengerti anak tanpa harus merusak fitrah belajar mereka. Sungguh itu pertanyaan yang membuat saya berpikir cukup keras dan banyak-banyak berdoa agar apa yang saya sampaikan menjadi hal yang baik.

Maka dengan banyak merapal istighfar saya sampaikan kepada mereka bahwa proses bertemunya sel sperma dan sel telur itu melalui proses yang melibatkan organ tubuh kita. Sama seperti kita ingin berkenalan dengan orang lain maka harus berjabat tangan. Atau ketika kita ingin berdoa dengan menengadahkan tangan. Proses pembuahan pun juga melibatkan anggota tubuh laki-laki dan perempuan. Lebih lanjut saya sebutkan kepada mereka bahwa proses tersebut hanya boleh dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan yang sudah menikah. Kalau kata kebanyakan orang itu bernama “berhubungan b*d*n”.

(maaf di sensor agar tidak kena banned google)

Saya cukup lega ketika mereka tidak mempermasalahkan tentang organ tubuh lebih lanjut. Mereka lantas bertanya kenapa harus menikah? Kurang lebih berikut jawaban yang saya berikan:

Menikah adalah wujud komitmen dua orang dewasa yang ingin membangun rumah tangga dan mendidik anak-anaknya. Pernikahan juga untuk menjaga manusia agar lebih sehat dan fokus. Itu juga yang membedakan manusia dengan hewan. Manusia dianugerahi akal, pikiran dan hati untuk menjaga keluarganya. Karena itu hanya orang dewasa yang sudah siap berkomitmen yang berani menikah dan membangun keluarga.

Saya jelaskan panjang lebar tentang apa itu komitmen dan tanggung jawab ketika sudah berkeluarga. Tentunya dengan bahasa yang dimengerti anak-anak. Perumpamaan pun juga saya pakai yang mudah dilihat anak-anak. Misalkan kalau orang yang sudah siap berkeluarga dan memiliki anak, suatu saat anaknya rewel minta es krim, orang dewasa akan tahu bagaimana caranya mencari uang untuk anak-anak dan istrinya. Tidak mungkin kan anaknya rewel trus ditinggal di pinggir jalan, trus beli anak baru lagi? Mereka pun menanggapinya dengan tawa tergelak-gelak.

Hingga akhirnya bahasan pun beralih tentang pacaran. Kebetulan pula sehari sebelumnya mereka melihat tulisan “Dilarang pacaran di taman” mereka pun lantas bertanya banyak hal tentang pacaran. Namun karena ada tugas domestik memanggil, Insyaallah dilanjutkan di artikel berikutnya. Semoga masih diberi waktu agar saya bisa terus berbagi cerita.

Semoga kita sama-sama menjadi orang tua yang diberi kemampuan menjawab pertanyaan anak-anak tanpa menghilangkan fitrah belajar mereka. Jawaban kita akan diminta pertanggung jawabannya hingga akhirat kelak. Semoga kita sama-sama menjadi orang tua yang bijak dan berpengetahuan luas. Yang jelas, jangan pernah lelah untuk ikut belajar. Selamat (terus) belajar!



Related Posts :

No Comments :

Leave a Reply :

* Your email address will not be published.

ABOUT ME
black-and-white-1278713_960_720
Hi I’am Wiwid Wadmira

I am a mom of twin who love reading, writing and de cluttering. I blog about my parenting style, financial things & reviews. You may contact me at mykirakara@gmail.com

------------------
My Instagram
Invalid Data