Jenjang Karir Bagi Penyandang Disabilitas dan OYPMK

Jenjang Karir Bagi Penyandang Disabilitas dan OYPMK

Aku punya teman yang tiba-tiba mengalami kecelakaan dan menjadi disabilitas untuk seumur hidupnya. Dulu dia anak yang ceria dan cerdas. Setelah mengalami kecelakaan, penglihatannya banyak berkurang. Low vision, dokter menganalisanya demikian. Jarak pandangnya sangat jauh berkurang.

Kawanku harus menulis menggunakan spidol di buku tulisnya. Ia harus bergantung ke teman sebangkunya untuk bisa membaca tulisan guru di papan tulis. Ia mengalami itu ketika masih usia SD. Kami teman sekelas sejak SD hingga SMA. Ketika itu ia sempat khawatir, gimana nanti hidupnya, apakah ia akan terus bergantung sama orang lain, mampukah dia mandiri, mampukah dia bekerja seperti orang kebanyakan.

Kekhawatiran yang normal tentu saja. Stigma yang tertanam di masyarakat bahwa anak yang mengalami disabilitas itu tidak mampu mandiri, akan terus bergantung pada orang lain. Stigma itu sudah tertanam erat. Kalau ada penyandang disabilitas yang mampu melakukan banyak hal sendiri, selalu dianggap sebagai anak-anak spesial yang tidak semua mampu menjalaninya. Benarkah demikian?

Benarkah semua penyandang disabilitas tidak bisa mandiri? Stigma yang sama juga melekat erat pada OYPMK (Orang Yang Pernah Menderita Kusta). Disabilitas dan OYPMK sering dianggap sebagai orang-orang yang merepotkan. Padahal ketika Tuhan mengambil salah satu kemampuan seseorang, Tuhan akan memberi kelebihan di kemampuan yang lainnya. Itu kalau kalian percaya Tuhan itu Maha Adil.

Stigma yang sama juga dialami seorang OYPMK berdaya bernama Mahdis Mustofa dari Makasar. Bapak Mahdis pernah menderita kusta dan sekarang sudah sembuh. Meski sudah sembuh, bukan berarti stigma berhenti menempel di kepala. Stigma itu terus terbawa bahkan hingga di tempat kerja.

Bapak Mahdis menceritakan beliau mulai bekerja di sebuah rumah sakit di Makassar di bagian cleaning service. Sebuah langkah yang patut diapresiasi untuk sebuah rumah sakit mau menerima OYPMK. Langkah ini ternyata tidak serta merta diikuti oleh staf-staf yang lain. Ketika itu masih banyak yang menolak atau sekedar enggan untuk dekat dengan Mas Mahdis. Bahkan beberapa staf melarang pak Mahdis masuk atau membersihkan ruangannya.

Mas Mahdis bertutur dengan ringan dipandu pembawa acara Rizal Wijaya di acara Ruang Publik KBR pada tanggal 27 Juli 2022 kemarin. Acara yang dibuat bekerja sama dengan NLR Indonesia ini sedianya menghadirkan bapak Agus Suprapto, DRG. M.Kes, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK RI. Namun sayang sekali di tengah acara Bapak Agus harus meninggalkan talkshow lebih cepat karena kesibukan dalam tugasnya. Semoga lain waktu bisa disambung lagi ya, Pak. Obrolannya cukup menarik.

Lebih lanjut Mas Madis menuturkan bahwa menghapus stigma itu bukanlah hal yang mudah. Namun demikian pemahaman masyarakat tentang penyakit Kusta harus terus ditingkatkan. Penderita Kusta yang sudah menjalani pengobatan sesuai petunjuk dokter dan berhasil, tidak akan menularkan penyakitnya. Jadi mereka bisa juga bekerja, beraktivitas dan bersosialisasi sebagai warga masyarakat pada umumnya.

Penderita kusta atau yang sudah berstatus OYPMK (orang yang pernah menderita kusta) bukanlah orang-orang yang kehilangan haknya sebagai masyarakat. Hak sebagai masyarakat tetap melekat dan ada, termasuk hak untuk hidup dan mencari pekerjaan. Karena itu masyarakat dan seluruh stakeholder dapat memberikan kesempatan yang sama lebarnya.

Mas Mahdis yang menyandang status OYPMK juga memiliki kesempatan untuk berkarir dan memiliki jenjang. Kini di perusahaan layanan cleaning service tempatnya bekerja, beliau dipercaya menjadi seorang supervisor. Sebagai supervisor, Mas Mahdis membawahi dua divisi, yaitu divisi luar dan divisi dalam. Divisi luar adalah petugas cleaning service yang bertugas menjaga kebersihan taman di lingkungan rumah sakit, divisi dalam adalah petugas-petugas yang menjaga kebersihan di lingkungan dalam rumah sakit.

Jangan heran jika 80-90% petugas yang bekerja di bawah supervisi mas Mahdis adalah para OYPMK. Mereka pun bisa memiliki kesempatang yang sama lebarnya seperti mas Mahdis. Penghasilan yang diperoleh mas Mahdis juga terbilang lumayan untuk nafkah anak dan istrinya.

Mas Mahdis mengakui bahwa OYPMK pada awal pengobatan mengalami kendala dan keterbatasan fisik. Namun ketika pulih mereka bisa beraktivitas seperti semula. Stigma yang dianggap bahwa OYPMK biasanya memiliki pendidikan rendah memang belum bisa dihilangkan begitu saja. Namun jika diberi kesempatan dan ruang yang sama luasnya, mereka pun bisa berkarya sama hebatnya.

Kendala yang masih sering dialami oleh para penderita kusta dan OYPMK adalah akses menuju tempat kesehatan dan ruang kesempatan yang lebar untuk berkarya. Stigma masyarakat yang menempel erat masih menjadi PR besar bagi pemerintah dalam meningkatkan literasi dan pemahamannya. Semoga kesempatan yang sama lebarnya bisa terus dapat diberikan kepada kawan-kawan OYPMK dan penyandang disabilitas di daerah lain


1 Comment :

  1. Mas mahdis dan temen temennya semangatnya luar biasa
    Seneng kalau di lingkungannya tidak membeda-bedakan dalam hal pekerjaan


Leave a Reply :

* Your email address will not be published.

ABOUT ME
black-and-white-1278713_960_720
Hi I’am Wiwid Wadmira

I am a mom of twin who love reading, writing and de cluttering. I blog about my parenting style, financial things & reviews. You may contact me at mykirakara@gmail.com

------------------
My Instagram
Invalid Data